SEBENARNYA, selain Liga Champions Asia dan Piala AFC, ada jalur internasional lain yang bisa diikuti perwakilan Indonesia. Sayang, pandemi membuat perhelatannya tertunda dan akhirnya sampai sekarang belum jelas.
”Jalan lain” itu adalah ASEAN Club Championship. Bukan ajang yang baru, pernah dihelat pada 2003 dan 2005, sebelum kemudian mati suri karena minim sponsor dan bentrokan jadwal dengan kalender AFC (Konfederasi Sepak Bola Asia).
Pada 2020, upaya menghidupkannya kembali muncul. Persebaya Surabaya sebagai runner-up Liga 1 musim 2019 sudah disebut sebagai calon wakil. Apa daya, pandemi Covid-19 membuatnya ditunda ke 2021. Tapi, ternyata tahun lalu juga masih gagal dihelat.
Bagaimana dengan tahun ini? Wakil Presiden AFF (Federasi Sepak Bola Asia Tenggara) Ratu Tisha mengatakan, masih banyak hal yang harus dibahas sebelum akhirnya memutuskan untuk me-launching dan menggelar tahun ini. ”Jadi, masih didiskusikan kembali,” terangnya ketika dihubungi Jawa Pos kemarin (25/3).
Pada 2003, Indonesia diwakili Petrokimia Putra dan Persita Tangerang sebagai juara dan runner-up Liga Indonesia musim sebelumnya. Petrokimia lolos sampai semifinal dan Persita kandas di perempat final, sama-sama oleh tim undangan dari India, East Bengal. Klub yang dimotori Bhaichung Bhutia itu akhirnya menjadi juara setelah menundukkan wakil Thailand BEC Tero Sasana.
Dirancang sebagai ajang dua tahunan, pada 2005, Indonesia tak mengirimkan wakil. Klub Singapura Tampine Rovers menjuarai edisi tersebut. Setelah itu, ajang tersebut vakum.
Kalau tahun ini digelar, jika mengacu pada 2020, Indonesia mendapat dua jatah: Bali United dan Persebaya Surabaya sebagai kampiun dan runner-up Liga 1 2019. Tapi, menurut Tisha, banyak hal yang masih harus dibahas.
Yang pertama tentu soal pandemi. Saat ini di kawasan Asia Tenggara, persebaran Covid-19 belum bisa dikendalikan secara utuh.
Yang kedua, dan paling penting menurut mantan Sekjen PSSI itu, adalah soal kalender kompetisi. Di Asia Tenggara, jadwal kompetisinya tidak sama. Jika di Indonesia baru selesai akhir Maret, Thailand dan Malaysia justru mulai musim baru. ”Kami harus berpikir terkait kalender kompetisinya agar sesuai,” ujarnya.