Mantan pembalap Grand Prix, Michael Laverty, bicara soal kekurangan Inggris dibandingkan struktur motorsport Spanyol dan Italia yang telah memiliki fondasi kuat.
Oleh: Scherazade Mulia Saraswati , Editor 21 Feb 2022 10.45
Bukan rahasia umum lagi bagaimana kejuaraan dunia balap motor MotoGP didominasi rider-rider dari negara Spanyol serta Italia. Pembalap dari Negeri Pizza dan Matador ini bahkan juga memenuhi grid Moto2-Moto3.
Laverty tak menampik, Spanyol dan Italia memang memanjakan para talenta muda yang ingin menggapai mimpi menembus ke MotoGP. Selain didukung struktur, peran dukungan di sektor dana serta sponsor turut berperan besar.
“Pastinya. Jelas, bahkan Valentino Rossi mengambil alih Federasi Italia. Dia pasti bisa menarik perusahaan besar dan pendanaan untuk melakukannya, tapi dia punya struktur yang bagus di sana dalam hal tim balap junior dan fasilitas pelatihan,” tuturnya mengutip Bikesportnews.
“Jadi, saya kira saya baru saja mencuri selembar dari buku tentang bagaimana orang Spanyol dan Italia melakukannya, dan mencoba melakukannya sendiri.
“Jika saya dapat mengetahui aspek komersial dan mendapatkan dukungan yang cukup, maka itu memberi anak-anak peluang. Saya juga dapat menjalankannya sebagai bisnis dan menarik dukungan dari Inggris.
“Itu telah diterima dengan cukup baik dan begitu banyak yang mengatakan segera setelah kami mengumumkan bahwa kami akan melakukannya. Itulah yang hilang dari Inggris.”
Pada masa kejayaannya, Negeri Ratu Elizabeth ini memiliki segudang pembalap berbakat. Sebut saja legenda Barry Shene, Mike Hailwood, hingga John Surtees yang meraih sukses di GP 500cc dan Formula 1.
Sementara dalam era MotoGP, Inggris pernah diwakili sosok seperti James Toseland, Ben Spies, Cal Crutchlow serta Bradley Smith. Kemudian di WSBK ada Chaz Davies, Leon Camier, dan Tom Sykes.
“Kami tidak memiliki pembalap MotoGP Inggris. Kami punya bakat. Kami memiliki Taylor Mackenzie dan Bradley Ray, yang seharusnya berada dalam struktur yang kami miliki sekarang,” ucap Laverty.
“Mereka seharusnya diasuh melalui periode interim ketika mereka berusia 18, 19, 20 tahun. Mereka meledak ke sisi GP, tetapi mereka tersesat dan harus melompat ke kejuaraan, ke kelas.”
Dorna Sports selaku pemegang hak komersial MotoGP, bukannya tidak sadar akan potensi rider-rider Inggris. British Talent Cup dibentuk pada 2018 lalu. Tetapi ironisnya, Rory Skinner yang berhasil jadi juara gagal menembus Moto3.
Permasalahannya apalagi kalau bukan kendala finansial. Ditambah minimnya sponsor, Skinner akhirnya harus mengubur mimpi berlaga di Grand Prix. Beruntung, kiprah balapnya berlanjut di ajang British Superbike.
“Anda bergabung dengan tim Spanyol. Anda tidak berbicara bahasa mereka. Tim sepertinya tidak menginginkan Anda di sana kecuali Anda membawa uang,” kata Laverty.
“Jadi, saya pikir memiliki struktur di sana yang memungkinkan untuk membuka pintu-pintu itu mudah-mudahan akan menarik lebih banyak pembalap muda untuk bertaruh pada diri mereka sendiri, untuk mengambil beberapa tahun keluar dari paddock Inggris.
“Paddock British Superbike adalah kejuaraan yang fantastis, tetapi hampir begitu kuat sehingga akan membuat Anda tetap di sana. Mereka akan tetap di sana dan mereka akan memenangi balapan Supersport, gelar British Superbike. Untuk mendapatkan langkah selanjutnya ke GP, itu yang sulit.”
Musim ini, Michael Laverty bakal berpartisipasi dalam kejuaraan dunia Moto3. Menggandeng pabrikan Honda, dia membentuk VisionTrack yang menurunkan duo Inggris, yakni Scott Ogden dan Josh Whatley.
Guna memperkuat struktur manajemen tim balapnya, Laverty merekrut Taylor Mackenzie untuk menduduki posisi Team Manager. Pria yang akan berusia 29 tahun ini merupakan Juara British Superstock 1000 musim 2016.
Laverty juga mendirikan MLav VisionTrack Academy. “Semoga saya dapat menempatkan struktur yang kami dapatkan untuk anak-anak pada usia 14, 15, 16 tahun,” ujarnya.
“Kami memberi mereka beberapa tahun sekolah dan pengetahuan tentang balapan di trek melawan pembalap GP di masa depan.
“Kemudian ketika mereka berusia 18, 19, 20 tahun, tim pabrikan akan melihat pembalap Inggris ini. Dan tiba-tiba saja kami telah melakukan pekerjaan kami dan itu sukses. Itulah rencana atau tujuan akhirnya.”