Pembalap asal Jerman, Marcel Schrotter, mengatakan ada sisi positif dan negatif terkait berubahnya usia minimum pembalap di Moto3.
Tahun 2021 bisa dibilang menjadi tahun yang kelam bagi ajang balap motor. Berbagai kecelakaan yang berujung dengan kematian terjadi di kategori rendah balap roda dua.
Mulai dari kecelakaan yang dialami mendiang Jason Dupasquier di Moto3, Hugo Milan di European Talent Cup dan Dean Berta Vinales di World Supersport 300. Ketiga kecelakaan besar tersebut terjadi dalam hitungan bulan.
Berbagai faktor disebut-sebut menjadi biang keladi insiden-insiden di atas terjadi. Salah satunya adalah usia para pembalap yang terbilang amat sangat muda.
Oleh karena itu, FIM dan promotor roda dua Dorna memutuskan untuk merubah usia minimal para pembalap di kejuaraan kelas rendah. Para pembalap baru harus berusia setidaknya 18 tahun mulai musim 2022.
Melihat hal tersebut, Marcel Schrotter yang sempat turun di kejuaraan Moto3 dari musim 2008 hingga 2012, mengatakan bahwa perubahan tersebut memiliki sisi positif dan negatifnya.
Sisi positifnya para pembalap tentu akan lebih dewasa saat balapan, sementara sisi negatifnya akan ada jeda yang cukup besar saat para pembalap hendak naik dari kejuaraan junior ke kejuaraan kelas rendah.
“Jelas perubahan ini memiliki sisi positif dan negatifnya sendiri,” ungkap Schrotter yang di musim 2021 balapan di kelas Moto2.
“Positifnya dulu saja, para pembalap datang ke kejuaraan dengan pengalaman yang lebih banyak, sudah lebih dewasa, baik itu saat terlibat dalam duel maupun saat melaju dalam kelompok.
“Ya negatifnya akan ada jeda yang cukup besar pada saat pembalap-pembalap ini ingin naik dari kejuaraan junior ke kelas rendah. Namun bukan berarti mereka tidak akan memiliki kesibukan saat menunggu promosi.
“Lagipula, di kelas junior, usia minimal para pembalap juga meningkat menjadi 15 tahun. Jadi tak ada lagi anak-anak yang berusia 6 tahun ke bawah sudah menjajal motor roda dua di jalanan. Mereka kan juga harus bersekolah dan mempelajari hal lain.”
Selain usia yang terbilang sangat belia, pembalap-pembalap kelas rendah dinilai Schrotter terlalu agresif saat melaju. Hal ini pun membuatnya khawatir.
“Jujur saya tidak ingin menyalahkan berbagai pihak, tapi saya merasa gaya balap Deniz (Oncu, Red Bull KTM Tech3) sangat agresif, dan itu membahayakan banyak orang,” tutur Schrotter.
“Mungkin kepopuleran Toprak Razgatlioglu di World Superbike memberinya motivasi besar, tapi bukan berarti dia harus melaju dengan agresif.
“Pembalap lain juga harus bisa lebih tenang, dan saya rasa itu baru bisa dilakukan jika mereka memiliki pengalaman.”