Fabio Quartararo perlu waktu sebulan untuk benar-benar menyadari dirinya telah berstatus sebagai juara dunia MotoGP. Namun rider Yamaha segera menatap ke depan, berharap mengulang kesuksesan pada 2022.
Dua bulan sebelum Natal, Fabio Quartararo menerima kado teristimewa. Sebuah mimpi masa kecil telah terwujud untuk pemuda 22 tahun itu, dinobatkan sebagai juara dunia MotoGP 2021, saat rival utamanya Francesco Bagnaia crash dalam Grand Prix Emilia Romagna.
Ini pasti akan tetap menjadi salah satu momen paling menyorot perhatian olahraga otomotif, peristiwa bersejarah bagi dunia balap motor Prancis, yang belum pernah punya juara di kelas premier sepanjang 73 tahun penyelenggaraannya.
Penobatan sebagai kampiun adalah puncak dari musim solid yang dijalani Quartararo sepanjang 2021. Ia mampu bangkit dari pengalaman pahit pada MotoGP 2020, di mana El Diablo muncul sebagai salah satu penantang gelar, namun gagal bersaing dengan Joan Mir.
Sukses meraih lima kemenangan musim ini, rider Monster Energy Yamaha tersebut telah membangun performanya dengan konsisten dan secara reguler mencetak poin – meski terkadang tidak banyak – di tiap race. Stabilitas Quartararo membuatnya sulit dikejar.
“Ini momen yang tidak terlupakan, mimpi masa kecil. Dan di atas segalanya, itu sesuatu yang tidak saya duga (menjadi juara lebih cepat). Bagnaia start terdepan, saya dari posisi ke-15,” ujar El Diablo dalam program akhir musim Canal+.
“Saya turun ke urutan 17 di tikungan pertama. Saya menjalani balapan yang hebat, (perlahan) berada di posisi keempat dan di saat yang sama dia (Bagnaia) melakukan kesalahan. Itu tentu saja emosi yang tak akan pernah saya lupakan.”
Saat momen penasbihan juara, Fabio Quartararo langsung teringat pada orang tuanya dan pengorbanan yang telah mereka lakukan untuk memungkinkannya bisa membalap motor di usia yang sangat muda.
“(Saya) kebanyakan (memiliki) kilas balik ke masa-masa sulit. Ketika saya memenangi gelar, hal pertama yang saya lihat bukan kesuksesan saya, tetapi sebagian besar waktu yang saya habiskan bersama orang tua saya,” Quartararo menuturkan.
“Ayah saya tidak benar-benar punya kehidupan normal sebab dia bekerja setiap pekan dari Senin hingga Jumat, pada Sabtu dan Minggu kami latihan. Ibu tinggal di rumah dengan saudara laki-laki saya. Jadi momen itulah yang saya lihat lagi.”
Momen pengukuhan itu mungkin sangat emosional bagi El Diablo, tetapi sang pembalap membutuhkan waktu lama untuk benar-benar menyadari apa yang telah dicapainya. Sebab ia masih menjalani dua balapan final dan tes akhir musim.
“Keesokan harinya aneh. Tentu saja kami merayakannya dengan tim dan keluarga saya, tetapi ketika saya bangun sehari setelahnya, saya tidak merasa seperti sebagi juara dunia,” Quartararo menuturkan.
“Butuh waktu sebulan untuk benar-benar menyadarinya, terutama setelah melihat banyak gambar dan menonton selebrasi. Itu membantu saya sadar bahwa saya telah memenangi kejuaraan, tak bermimpi.”
Namun Fabio Quartararo tak ingin terlalu lama terlena. Ia bahkan mengaku sudah mulai menata fokus untuk menatap musim depan satu hari setelah putaran terakhir MotoGP 2021, GP Valencia, berakhir.
“Sejak hari setelah Valencia, saya sudah dalam mode 2022. Saya tidak berhenti berlatih. Saya berlibur, tetapi walau bisa sedikit menikmati waktu, saya tetap latihan,” kata pembalap kelahiran Nice tersebut.
“Saya tidak akan mengatakan bahwa saya akan bekerja lebih keras, sebab sepanjang musim 2021 saya telah melakukannya. Tetapi bagaimanapun, saya siap untuk tantangan (tahun depan).
“Saya tahu betul jika itu (mempertahankan gelar) akan sangat sulit. Namun apabila Anda pernah sukses melakukannya, maka Anda tentu saja juga memiliki kesempatan yang sangat baik untuk mengulangnya.”