“Kiai harus bareng-bareng, tidak boleh sendiri-sendiri bersama Kiai Mift (Miftachul Ahyar),” kata KH Anwar Mansyur saat silaturahmi bersama Rais Aam serta sejumlah kiai sepuh di kediaman KH Nurul Huda Djazuli, Ploso, Kediri, Jawa Timur, Minggu.
Hadir dalam silaturahmi itu Rais Aam PBNU KH Miftachul Ahyar, KH Nurul Huda Djazuli, serta KH Anwar Iskandar. KH Anwar Mansyur hadir dengan virtual melalui sambungan telepon karena kebetulan sedang tidak berada di Kediri.
Hal yang sama diungkapkan KH Anwar Iskandar. Menurut dia, Rais Aam adalah simbol pemimpin tertinggi sehingga harus dijaga marwahnya. Rais Aam juga merupakan simbol kiai-kiai sepuh pesantren.
Sebagai simbol tertinggi, lanjut Kiai Anwar, maka keputusan Rais Aam harus diikuti. PBNU ibarat sebuah pondok pesantren besar, di mana Rais Aam adalah kiainya sedangkan pengurus PBNU adalah lurahnya atau pengurus pondoknya.
“Yang namanya kiai itu posisinya tertinggi di pesantren. Bahkan kiai punya hak veto, kalau lurah (pengurus) pondok salah bisa langsung diveto. Begitu juga Rais Aam posisinya seperti itu, pengurus PBNU wajib nurut,” ujar KH Anwar dikutip dari siaran pers.
KH Nurul Huda Djazuli mengatakan Rais Aam KH Miftachul Ahyar adalah titipan para kiai-kiai sepuh untuk memimpin NU.
“Pengurus PBNU harus selalu mendengarkan Rais Aam,” ujarnya.
Sementara itu dalam pertemuan ini turut hadir sejumlah kiai muda atau gus, di antaranya Gus Muhammad Abdurrahman Al Kautsar (Ploso), Gus Saifullah Yusuf (Gus Ipul), Gus Fahim Rouyani (Ploso), Gus Atho’illah Sholahuddin Anwar (Lirboyo), Gus Fahrurozi (Malang), dan Gus Abdussalam Shohib (Jombang).