Project leader Suzuki, Shinichi Sahara, tak memungkiri pencapaian kontras dipetik timnya tahun ini, terutama jika membandingkan kesuksesan pada 2020.
Skuad berbasis di Hamamatsu itu berada di puncak kejayaan setelah torehan mengesankan Joan Mir sebagai juara dunia MotoGP. Ini merupakan titel pertama Suzuki sejak Kenny Roberts Jr di GP 500cc musim 2000 silam.
Jelas, tantangan berat langsung dihadapkan kepada Suzuki, lantaran tim dituntut untuk dapat mempertahankan gelar juara. Situasi makin runyam ketika Davide Brivio memilih hengkang ke Formula 1 untuk bergabung dengan Alpine.
Tanpa figur Team Manager dan arah komando yang jelas, GSX-RR seolah kehilangan tajinya setiap kali melibas lintasan. Mir serta rekan setim Alex Rins dibuat mati kutu. Kedua pembalap gagal mencetak satu kemenangan pun.
Meski berhasil mengamankan peringkat ketiga klasemen akhir, Mir harus merelakan titel direbut oleh Fabio Quartararo. Sedangkan Rins terlempar keluar dari 10 besar, dua tingkat di bawah rookie Enea Bastianini.
“Kami meraih gelar pembalap dan tim tahun lalu, dibandingkan dengan ini (2021) sangat sulit, musim yang sulit bagi kami. Namun awal musim, sebelum memulai kami memutuskan untuk tidak menjadi juara bertahan dan memutuskan untuk menjadi penantang lagi untuk mencapai posisi teratas,” kata Sahara dalam konferensi pers di Valencia lalu.
“Sebagai hasilnya, kami mengalami beberapa momen sulit di pertengahan musim dan paruh pertama, tanpa perangkat (holeshot) yang sudah dimiliki pabrikan lain. Tapi untungnya kami memiliki dua pembalap yang kuat, dan Joan sangat konsisten dan dia memiliki kecepatan.”
Sahara melanjutkan, bahwa yang dibutuhkan Suzuki saat ini adalah sebuah hal kecil untuk mencapai lebih banyak kecepatan serta hasil. Dia membenarkan timnya kerap kesulitan saat kualifikasi, yang berujung pada kerugian.
“Setiap kali di grid, Simon Crafar (Pit Lane Reporter MotoGP) bertanya kepada saya dan saya berkata, ‘Posisi grid tidak ideal untuk kami, tetapi race pace bagus’,” ucap pria asal Jepang itu.
“Saya kira, kami sudah mulai mengatasi ini untuk tahun depan. Dan menurut saya, tahun depan kami akan berada dalam posisi untuk memperebutkan podium dan kemenangan.”
Siapa yang bakal menduduki jabatan Team Manager masih jadi pertanyaan besar bagi Suzuki. Brivio telah menegaskan ingin terus berkiprah serta bertahan dengan Alpine F1 musim depan.
Pasca ditinggal Brivio, Suzuki membentuk Komite Tim yang beranggotakan tujuh orang. Salah satunya melibatkan Sahara.
Lainnya adalah Technical Manager, Ken Kawauchi. Selain itu, ada Crew Chief, Frankie Carchedi dan Jose Manuel Cazeaux; Team Coordinator, Mitia Dotta serta Roberto Brivio. Tak ketinggalan, Marketing & Communication Manager, Alberto Gomez.
Belum diketahui berapa lama Komite Tim akan berdiri, tetapi memberikan waktu bagia pabrikan Jepang itu untuk mempertimbangkan dengan hati-hati calon pengganti Brivio di masa depan.
“Peran baru saya sebagai manajer tim terlalu berat bagi saya, tetapi semuanya dilakukan dan cepat dengan dukungan dari tim, dan saya sangat puas,” ucap Sahara.
“Saya mencoba membuat struktur tim baru untuk tahun depan, memiliki manajer tim yang baru dan ini sekarang sudah diperbaik. Saya tidak bisa mengatakan apa-apa tentang ini sekarang!”