babatpost.com – Dia Bernama Malahayati Seorang wanita dengan pangkat Laksamana dari kesultanan Aceh, tepat Hari Kamis 9/11 ini dia mendapatkan gelar Kepahlawanan dari Presiden Jokowi. berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 115/TK/Tahun 2017 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.
Dalam sejumlah riwayat sejarah, Laksamana Malayahati digambarkan sebagai panglima perang Kesultanan Aceh, yang mampu menaklukkan armada angkatan laut Belanda dan bangsa Portugis (Portugal) pada abad ke-16 Masehi.
Malahayati dikenal sebagai putri Laksamana Mahmud Syah bin Laksamana Muhammad Said Syah. Kakeknya dikenal sebagai putra Sultan Salahuddin Syah yang memimpin Aceh pada 1530-1539.
Tidak mengherankan bila kemudian Malahayati kenal dunia angkatan laut. Sebelum memimpin peperangan, dia sempat mengenyam pendidikan akademi militer dan memperdalam ilmu kelautan di Baital Makdis atau Pusat Pendidikan Tentara Aceh.
Saat itu, Malahayati bertemu dengan seorang perwira muda yang lalu menjadi pendamping hidupnya. Dalam suatu perang melawan Portugal di Teluk Haru, armada Aceh berhasil menghancurkan prajurit-prajurit bangsa Portugis.
Tapi, pertempuran itu mengakibatkan sekitar seribu orang Aceh tewas, termasuk laksamana yang dikenal sebagai suami Malahayati.
Sepeninggal suaminya, Malahayati membentuk armada yang terdiri dari janda-janda yang suaminya tewas dalam pertempuran melawan bangsa Portugis. Armada pasukannya diberi nama Inong Balee atau Armada Perempuan Janda.
Pangkalannya berada di Teluk Lamreh, Krueng Raya, Aceh. Ada seratus bahtera perang dengan kapasitas 400-500 orang. Tiap kapal perang dilengkapi dengan meriam. Bahkan, kapal paling besar dilengkapi 5 meriam.
Malahayati juga membangun benteng yang dinamai Benteng Inong Balee dengan pasukannya. Karir militer Malahayati terus menanjak sampai ia menempati jabatan tertinggi di Angkatan Laut Kerajaan Aceh kala itu.
Sebagaimana layaknya para pemimpin masa tersebut, Laksamana Malahayati ikut bertempur di garis depan melawan kekuatan Portugal dan Belanda yang akan menguasai jalur laut Selat Malaka.
Reputasi Malahayati sebagai penjaga pintu gerbang kerajaan membuat Inggris yang akan masuk ke wilayah Aceh memilih untuk menempuh jalan damai.
Surat dari Ratu Elizabeth I yang dibawa James Lancaster untuk Sultan Aceh membuka jalan bagi Inggris untuk menuju Jawa dan membuka pos dagang di Banten.
Cornelis de Houtman, orang Belanda pertama yang sampai di Indonesia, juga mencoba menggoyang kekuasaan Aceh pada 1599. Tapi, upayanya gagal. Pasukan Belanda sukses dipukul mundur oleh armada Inong Balee. Cornelis de Houtman tewas di tangan Laksamana Malahayati pada sebelas September 1599.
Sementara, Prins Maurits yang memimpin Belanda saat tersebut, berupaya memperbaiki korelasi dengan Aceh. Keduanya menggelar perundingan awal hingga tercapai sejumlah persetujuan.
Atas keberaniannya, nama Malahayati sekarang dijadikan nama jalan, pelabuhan, rumah sakit, perguruan tidak rendah sampai nama bahtera perang, yaitu KRI Malahayati. Bahkan lukisannya diabadikan di Museum Perahu Selam, Surabaya, Jawa Timur.
Sejumlah tokoh dan sejarawan menyayangkan tak banyak yang mengenal sosok Malahayati. Agar Malahayati masuk dalam pelajaran sejarah di sekolah-sekolah, ketua Yayasan Cut Nyak Dien, Pocut Hasrindah Syahrul meminta
“Beliau ini sungguh hebat. Wanita pertama di Indonesia bahkan di dunia yang menjadi laksamana dan memimpin pertempuran di laut, tapi terlupakan dalam sejarah,” ujar ia dalam perbincangan “Laksamana Malahayati dalam Rangka Penguatan Jati Diri sebagai Bangsa” yang diselenggarakan di Sentul, Bogor, Rabu tujuh belas Mei 2017.
– Dia Bernama Malahayati Seorang wanita dengan pangkat Laksamana dari kesultanan Aceh, tepat Hari Kamis 9/11 ini dia mendapatkan gelar Kepahlawanan dari Presiden Jokowi. berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 115/TK/Tahun 2017 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.
Baca juga : Begini hakikat pemerintah menyelenggarakan hari pahlawan
Dalam sejumlah riwayat sejarah, Laksamana Malayahati digambarkan sebagai panglima perang Kesultanan Aceh, yang mampu menaklukkan armada angkatan laut Belanda dan bangsa Portugis (Portugal) pada abad ke-16 Masehi.
Malahayati dikenal sebagai putri Laksamana Mahmud Syah bin Laksamana Muhammad Said Syah. Kakeknya dikenal sebagai putra Sultan Salahuddin Syah yang memimpin Aceh pada 1530-1539.
Tidak mengherankan bila kemudian Malahayati kenal dunia angkatan laut. Sebelum memimpin peperangan, dia sempat mengenyam pendidikan akademi militer dan memperdalam ilmu kelautan di Baital Makdis atau Pusat Pendidikan Tentara Aceh.
Saat itu, Malahayati bertemu dengan seorang perwira muda yang lalu menjadi pendamping hidupnya. Dalam suatu perang melawan Portugal di Teluk Haru, armada Aceh berhasil menghancurkan prajurit-prajurit bangsa Portugis.
Tapi, pertempuran itu mengakibatkan sekitar seribu orang Aceh tewas, termasuk laksamana yang dikenal sebagai suami Malahayati.
Sepeninggal suaminya, Malahayati membentuk armada yang terdiri dari janda-janda yang suaminya tewas dalam pertempuran melawan bangsa Portugis. Armada pasukannya diberi nama Inong Balee atau Armada Perempuan Janda.
Pangkalannya berada di Teluk Lamreh, Krueng Raya, Aceh. Ada seratus bahtera perang dengan kapasitas 400-500 orang. Tiap kapal perang dilengkapi dengan meriam. Bahkan, kapal paling besar dilengkapi 5 meriam.
baca juga : Biografi singkat sosok Pahlawan Pers Indonesia Herawati Diah
Malahayati juga membangun benteng yang dinamai Benteng Inong Balee dengan pasukannya. Karir militer Malahayati terus menanjak sampai ia menempati jabatan tertinggi di Angkatan Laut Kerajaan Aceh kala itu.
Sebagaimana layaknya para pemimpin masa tersebut, Laksamana Malahayati ikut bertempur di garis depan melawan kekuatan Portugal dan Belanda yang akan menguasai jalur laut Selat Malaka.
Reputasi Malahayati sebagai penjaga pintu gerbang kerajaan membuat Inggris yang akan masuk ke wilayah Aceh memilih untuk menempuh jalan damai.
Surat dari Ratu Elizabeth I yang dibawa James Lancaster untuk Sultan Aceh membuka jalan bagi Inggris untuk menuju Jawa dan membuka pos dagang di Banten.
Cornelis de Houtman, orang Belanda pertama yang sampai di Indonesia, juga mencoba menggoyang kekuasaan Aceh pada 1599. Tapi, upayanya gagal. Pasukan Belanda sukses dipukul mundur oleh armada Inong Balee. Cornelis de Houtman tewas di tangan Laksamana Malahayati pada sebelas September 1599.
Sementara, Prins Maurits yang memimpin Belanda saat tersebut, berupaya memperbaiki korelasi dengan Aceh. Keduanya menggelar perundingan awal hingga tercapai sejumlah persetujuan.
Atas keberaniannya, nama Malahayati sekarang dijadikan nama jalan, pelabuhan, rumah sakit, perguruan tidak rendah sampai nama bahtera perang, yaitu KRI Malahayati. Bahkan lukisannya diabadikan di Museum Perahu Selam, Surabaya, Jawa Timur.
Sejumlah tokoh dan sejarawan menyayangkan tak banyak yang mengenal sosok Malahayati. Agar Malahayati masuk dalam pelajaran sejarah di sekolah-sekolah, ketua Yayasan Cut Nyak Dien, Pocut Hasrindah Syahrul meminta
“Beliau ini sungguh hebat. Wanita pertama di Indonesia bahkan di dunia yang menjadi laksamana dan memimpin pertempuran di laut, tapi terlupakan dalam sejarah,” ujar ia dalam perbincangan “Laksamana Malahayati dalam Rangka Penguatan Jati Diri sebagai Bangsa” yang diselenggarakan di Sentul, Bogor, Rabu tujuh belas Mei 2017.