BABAT POST – bagi Sri Juwita Kusumawardhani MPsi, psikolog klinis dewasa dari Tiga Generasi. Ia menuturkan bahwa seseorang tidak bisa diibaratkan sebagai suatu benda atau barang yang seolah-olah dapat diperjualbelikan. Jika menikah artinya laku, sebaliknya jika belum menikah artinya tidak laku-laku.
“Persepsi nggak laku itu perlu diubah ya, maksudnya kan kita bukan barang, yang misalnya udah nikah berarti udah laku,” kata Wita, sapaan akrabnya usai live chat ‘Menghadapi Pertanyaan Kapan Nikah’ yang digelar detikHealth dan detikForum di kantor detikcom, Gedung Trans TV lantai 9, Jl Kapten Tendean, Jakarta Selatan.
Sebab menurut pemilik akun instagram @ladywitts, bila berpikir pernikahan ditandai dengan laku atau tidak lakunya seseorang, maka kelak saat berumah tangga potensial untuk berhenti menjaga penampilan dan berhenti mempercantik diri. Sementara, mempertahankan pernikahan jelas lebih susah daripada mempertahankan pacaran.
“Karena ‘ah udah laku kok, ngapain lagi tetep cantik-cantik’. Padahal mempertahankan itu jauh lebih susah daripada mencari si pasangannya,” ujar wanita berhijab ini.
Kemudian Wita menambahkan, bergabung ke dalam sebuah komunitas maupun aplikasi cari jodoh sebenarnya juga salah satu ikhtiar atau alternatif mencari pasangan. Namun yang terpenting adalah bertemu dengan banyak orang, karena hal itu akan memperbesar peluang bertemunya calon yang sesuai.
“Kalau bertemunya sama itu-itu saja dan orang itu sudah pada nikah semua dan punya anak kan jadinya susah juga,” pungkas Wita.