BABAT POST – Pemprov Bali mengeluarkan Perda No. 11 tahun 2016 sebagai perubahan dari Perda No. 3 tahun 2011 tentang retribusi jasa usaha. Perda ini mengatur besaran retribusi yang harus dibayarkan untuk berbagai kegiatan yang dilakukan di kawasan wisata budaya Art Center Denpasar.
Kenaikan tarif sangat fantastis bahkan mencapai ratusan persen, khusus untuk kegiatan foto pernikahan atau pre-wedding dikenakan tarif Rp 500.000 bagi wisatawan lokal dan Rp 1.000.000 untuk orang asing. Sejumlah fotografer menilai kenaikan ini terlalu mahal mengingat ini bisa mematikan industri kreatif dan Art Center sebagai ruang publik harus bisa mendukung kreativitas bukan sebaliknya.
Sebanyak 30 fotografer dan videografer menggelar pertemuan guna menyikapi penerapan aturan baru. Mereka menilai pemberlakuan tarif baru ini bertentangan dengan upaya untuk menumbuhkan industri kreatif. Perwakilan fotografer, I Komang Diktat mennilai seharusnya pemerintah menyediakan ruang usaha.
Selain itu, mereka tidak menampik kalau tarif harus disesuaikan dan berharap tidak terlalu mahal. Bahkan Komang Diktat menyayangkan karena fasilitas umum milik pemerintah daerah seharusnya bisa dimanfaatkan dengan tarif yang tidak terlalu mahal.
Hal senada juga disampaikan Gus De dan Agung Mulyajaya, menurutnya Perda No. 11 th 2016 yang dijadikan dasar pemberlakuan tarif untuk kegiatan photography pre-wedding bertentangan dengan program pemerintah dalam mengembangkan ekonomi kreatif.
Pertemuan sejumlah fotografer ini pun melahirkan petisi yang intinya keberatan terkait tarif baru khususnya kegiatan foto pre-wedding baik untuk lokal maupun wisatawan. Pemerintah memiliki berbagai destinasi yang mendukung kegiatan seni dan industri kreatif namun jika pemberlakuan tarif terlalu tinggi bukan kreativitas yang terbangun tetapi kemunduran.
Sumber (nusapenidamedia.com)