BABAT POST – Raja Smartphone dari China Xiaomi menyetop kebiasaan mengumumkan angka penjualan unit smartphone tiap tahunnya. Menurut CEO Lei Jun, perusahaan tak mau membuka data tersebut sebab Xiaomi sedang dalam masa transisi, setelah bisnisnya dianggap tumbuh terlalu cepat.
Diketahui, penjualan smartphone Xiaomi pada 2012 lalu masih berkisar 7,2 jutaan unit dan meningkat menjadi 18,7 jutaan unit pada 2013. Selanjutnya, 2014 menjadi titik balik Xiaomi dengan menjual 61 juta unit smartphone.
Setahun setelahnya pada 2015, Xiaomi masih menunjukkan pertumbuhan dengan menjual lebih dari 70 juta unit smartphone. Meski demikian, angka itu tak mencapai target pabrikan China tersebut yang ingin menjual 80 hingga 100 juta smartphone.
2016 disebut-sebut sebagai tahun kemunduran bisnis Xiaomi. Posisinya sebagai pemimpin pasar smartphone di China mula-mula dilengserkan Huawei, lalu makin digeser oleh Oppo dan Vivo.
Pada Oktober 2016 lalu, Xiaomi turun ke posisi keempat sebagai vendor smartphone terbesar di Negeri Tirai Bambu. Untuk pasar global, Xiaomi sudah keluar dari posisi lima besar.
Peta persaingan smartphone di China kembali berubah. Sempat didominasi oleh Xiaomi dan Huawei, kini pasar Negeri Tirai Bambu dikuasai oleh Oppo dan Vivo.
Menurut laporan kuartal-III 2016 (Juli hingga September ini) dari lembaga Counterpoint Research, Oppo menduduki singgasana smartphone China dengan pangsa pasar 16,6 persen.
Sementara itu, Vivo berada di posisi kedua dengan pangsa pasar 16,2 persen, terpaut tipis dari Oppo.
Raja smartphone China sebelumnya, Huawei, harus puas turun ke posisi tiga. Meski begitu, pangsa pasar Huawei di China masih cukup besar, yakni 15 persen.
Xiaomi kembali merosot di kuartal-III ini. Perusahaan yang juga berasal dari China ini hanya berhasil meraih 10,6 persen pangsa pasar saja.
“Beberapa tahun pertama kita terlalu gencar untuk tumbuh. Kita telah menciptakan keajaiban,” kata Lei dalam sebuah surat untuk para pegawainya, sebagaimana dilaporkan TechCrunch dan dihimpun KompasTekno, Senin (17/1/2017).
“Jadi kita harus lebih santai dan meningkatkan kompetensi di beberapa area lain. Pasti pertumbuhan kita akan lebih terjaga dan stabil untuk jangka panjang,” Lei menuturkan.
Lei juga mengindikasikan bakal mengubah strategi penjualan, tak cuma mengandalkan mekanisme online. Pasalnya, e-commerce di China kini hanya berkontribusi sebesar 10 persen untuk perdagangan ritel secara keseluruhan. Sementara smartphone cuma naik 20 persen dari keseluruhan pasarnya.
“Kita tak boleh puas hanya dengan menjadi brand smartphone e-commerce. Kita harus meningkatkan model ritel dan bekerja sama dengan ritel offline sebagai strategi baru,” kata Lei.
Berikutnya, Lei juga sesumbar akan fokus mengembangkan artificial intelligence (AI) serta perangkat-perangkat lain pendukung Internet of Things.