BABAT POST – Kasus dugaan penistaan agama yang tak kunjung selesai sampai detik ini. Ahok akan dipanggil untuk melakukan pemeriksaan.
Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI hari ini memanggil Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai terlapor dalam kasus dugaan penistaan agama.
Ahok diduga telah melecehkan agama Islam saat menyebut “Al Maidah 51” dalam sebuah pidato di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Meski demikian, sejumlah ahli hukum pidana dan agama menilai sulit menjerat Ahok sebagai tersangka.
Pasal 156a dalam KUHP sering dipakai dalam kasus penghinaan terhadap agama. Pasal itu berbunyi:
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
b. Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Namun, tak memudah untuk menyerat Ahok ke meja hijau. Ini sejumlah alasannya.
1. Pasal Penghinaan Agama Tak Bisa Dipakai
Menurut Mahmud Mulyadi, pakar hukum pidana dari Universitas Sumatra Utara, pasal 156a dalam KUHP tidak bisa digunakan dalam kasus Ahok. Pasal itu, kata dia, menunjuk pada perbuatan orang di muka umum yang mengeluarkan perasaan atau perbuatan yang bersifat permusuhan atau penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
2. Fakta Kasus-kasus Sebelumnya
Memang, dalam kasus-kasus penistaan agama sebelumnya, pelakunya bisa dipidana karena mengomentari langsung hal-hal pada agama tersebeut.
3. Tidak Mengulang
Selain itu, pasal 156a tercantum dalam KUHP lewat Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan Agama. Undang-undang yang diteken Presiden Sukarno ini mengamanatkan pidana penghinaan agama bisa dikenakan jika pelaku mengulang perbuatannya dan melanggar peringatan pemerintah yang dituangkan lebih dulu dalam bentuk surat keputusan bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri. Jadi, harus ada unsur pengulangan, barulah pelakunya bisa dipidana.
4. Perkara Kata “Pakai”
Menurut Julius Ibrani, dalam pidatonya Ahok menyebutkan “karena dibohongi pakai surat Al-Maidah 51”. Julius menggarisbawahi kata “pakai”, yang menunjukkan Ahok tak bermaksud mengatakan Surat Al-Maidah berbohong. “Beda jika Ahok bilang jangan mau dibohongi Al-Maidah,” kata Julius.