BABAT POST – Beijing, China sukses menggantikan posisi sepeda motor konvensional ke sepeda motor listrik. Terkait hal itu bila diterapkan ke Indonesia maka?
Gunadi Sindhuwinata, Ketua Umum Asosiasi Industri Sepedamotor Indonesia (AISI) menceritakan, kalau Beijing, memilki masalah ketika daerah tersebut menggusur sepeda motor konvensional menjadi listrik. Kendalanya yaitu kecelakaan yang meningkat.
“Beijing, waktu mereka mengganti atau menggusur sepeda motor konvensional ke listrik. Terjadi problem besar, memang bisa mengurangi polusi, tetapi angka kecelakaan di daerah tersebut meningkat,” ujar Gunadi, Minggu (19/6/2016).
Gunadi melanjutkan, salah satu penyebabnya yaitu jenis sepeda motor ini tidak menghasilkan suara, layaknya sepeda motor konvensional. Jadi orang lain tidak mengetahui kalau ada sepeda motor listrik ingin melintas, apalagi orang yang ada di dalam mobil.
“Karena kejadian seperti itu, sepeda motor listrik lalu diberi generator suara, agar sedikit berisik, supaya semua mengetahui ada kendaraan yang akan lewat,” ujar Gunadi.
Terkait dengan nasib sepeda motor listrik di Indonesia sendiri, Gunadi sebagai perwakilan dari AISI masih belum setuju akan kehadirannya secara massal.
“Nasib sepeda motor listrik masih jauhlah, kalau secara pribadi saya belum mendukung itu. Kalau kehadirannya untuk menggantikan sepeda motor konvensional, itu tidak tepat,” ujar Gunadi.
Selain sisi teknis, salah satu hambatan yang perlu diperhatikan juga, yaitu dari cara pandang masyarakat, terkait peran kendaraan roda dua.
“Kita tahu persis bahwa sepeda motor listrik dibanding bensin masih kurang murah, serta jangkauan dan kecepatannya juga masih rendah. Sementara, itu berbeda dengan harapan masyarakat kita,” ujar Sigit Irfansyah, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Darat dan Perkeretaapian.
Sigit melanjutkan, masyarakat Indonesia khususnya, masih menganggap sepeda motor sebagai alat transportasi utama sekaligus ajang pamer. Kendaraan ini harus bisa diajak pulang ke kampung halaman, jangkauan jauh, berkecepatan tinggi, aman, dan harganya terjangkau.
“Dan citra tersebut belum bisa direalisasikan pada kendaraan listrik. Maka dari itu kita harus mengubah paradigma dan menyosialisasikan tujuan sepeda motor listrik,” ujar Sigit.
Sigit melanjutkan, maka dari itu, posisi sepeda motor listrik harus tepat terlebih dahulu di masyarakat. Seperti penggunaan sepeda motor yang bukan lagi untuk menjangkau daerah yang jauh, namun jarak dekat saja. Karena jarak jauh sudah menggunakan angkutan umum.
“Ke depannya kita naik sepeda motor khususnya yang listrik, bukan diharapkan untuk jarak 300 km lagi, tetapi hanya 20 km. Tentunya dengan dukungan angkutan umum yang baik. Kita harus ubah paradigma itu, dan kita sosialisasikan,” ujar Sigit.