BABAT POST – Terhitung sudah 10 ekor sapi mati akibat penyakit yang disebabkan bakteri bacillus anthracis. Wabah tersebut semakin meluas di Gorontalo dan bukan hanya menyerang sapi tapi juga manusia.
Ternak petani terus berguguran, mulai dari kerbau yang berada di desa-desa sekitar danau Limboto, kemudian kematian sapi terus menyebar ke Kayubulan, Molanihu, Bolihuangga, Pilohayanga, Hunggaluwa, Dutulanaa, Hunggaluwa, dan Tibawa.
“Tenaga dokter hewan kami ada 2 orang, semuanya perempuan,” kata Haris Suparto Tome, Kepala Dinas Pertanian Peternakan dan Perikanan Kabupaten Gorontalo, Rabu (4/5/2016).
Menurut Haris, sejak pertama kali wabah antraks terdeteksi, Dinas Pertanian Peternakan dan Perikanan Kabupaten Gorontalo sudah membagi kelompok pelayanan kepada masyarakat. Beberapa tim ini bertugas melakukan sosialisasi, pemusnahan dan vaksinasi ternak setiap hari.
“Pagi tadi saya berangkat ke kantor, namun tiba-tiba harus berbelok ke arah Kecamatan Tibawa karena harus memusnahkan sapi yang terkena antraks, mati di ladang,” kata Haris Tome.
Menurut Haris, sapi yang ditemukan mati akibat antraks sudah mencapai 10 ekor. Namun ia mengakui jika ada kemungkinan sapi lain yang mati akibat antraks namun tidak dilaporkan ke pemerintah.
Di Kabupaten Gorontalo terdapat lebih dari 80.000 ekor sapi, kesehatan puluhan ribu sapi ini ditangani oleh 2 orang dokter hewan, yang sepanjang hari melayani masyarakat di pelosok pedesaan.
Pemerintah Provinsi Gorontalo menargetkan penanganan wabah antraks bisa selesai dalam waktu cepat dan tidak ada lagi penularan ke manusia.
“Kami targetkan awal Juni Gorontalo sudah bebas dari anthrax,” kata Wakil Gubernur Gorontalo Idris Rahim dalam rapat Forum Koordinasi Pimpinan Daerah di Gorintalo.
Menurutnya, pemprov akan segera membentuk tim terpadu yang melibatkan seluruh instansi terkait, serta TNI dan POLRI.
Dari data yang dihimpun Pemprov Gorontalo, jumlah warga yang telah tertular bakteri Antraks di daerah tersebut mencapai 35 orang.
Angka itu terdiri dari 33 orang di Kabupaten Gorontalo dan 2 orang di Kabupaten Bone Bolango. “Dampak merebaknya wabah anthrax ini sangat merugikan masyarakat karena selain sudah mengancam jiwa masyarakat, juga berimbas pada masalah ekonomi para pedagang daging.
“Jika tadinya dalam sehari penjual daging bisa menjual empat sampai lima ekor, sekarang satu ekor pun susah laku,” ungkap Wagub.
Karena itu, lanjutnya, sejak awal merebaknya Anthrax, pihaknya bersama pemerintah kabupaten dan kota segera mengambil langkah-langkah antisipatif dengan melakukan vaksinasi, sosialisasi, serta membakar ternak sapi yang positif .
“Kami juga memperketat penjagaan di pos-pos perbatasan untuk mengantisipasi masuknya sapi dari luar daerah, yang kemungkinan sudah tertular Anthrax,” jelasnya.
Ia juga meminta seluruh dinas terkait mengintensifkan kegiatan penyuluhan dan memaksimalkan pengawasan lalu lintas ternak antar kabupaten dan kota, serta antar provinsi.
Selain itu juga memastikan peredaran daging yang aman, sehat, utuh, dan halal dengan mendorong pemotongan sapi pada Rumah Potong Hewan (RPH).
“Media massa juga harus dilibatkan untuk memberikan informasi yang benar terkait anthrax, agar tidak menimbulkan keresahan berlebihan dalam masyarakat,” tambahnya.