Kecantikan Sentono Gentong, Pacitan, dan Kisah Tumbal dari Persia

Kecantikan Sentono Gentong, Pacitan, dan Kisah Tumbal dari Persia

Syekh Subakir dikabarkan menanam tumbal di Pacitan agar makhluk gaib tak mengganggu kehidupan masyarakat di sana. Bentuknya sepotong tulang lengan bawah yang dibawa dari Persia. Konon katanya, tiap 70 tahun, potongan tulang itu muncul ke permukaan bersama sekeping pecahan gentong dari tanah liat.

Read More

LANDSCAPE Kabupaten Pacitan terlihat cantik dari Sentono Gentong. Dari tempat wisata yang menghadap ke pantai selatan itu, pengunjung bisa melihat hamparan hijau pepohonan yang berpadu dengan birunya laut Samudra Hindia.

Apalagi saat malam hari. Kerlap-kerlip cahaya dari lampu keramba di laut sangat indah. Begitu pun saat pagi, matahari terbit atau sunrise bisa terlihat indah dari sana.

Sentono Gentong adalah sebuah bukit karang yang berada di ketinggian 216 meter di atas permukaan laut (MDPL). Tempat itu sudah menjadi destinasi wisata baru. Namun, siapa yang menyangka. Di balik keindahannya, lokasi tersebut menyimpan cerita misteri yang kuat. Hal itu tidak bisa lepas dari kondisi Pacitan zaman dulu.

Berita Terkait :  Temukan Tempat Wisata Dekat Sini untuk Liburan Mengesankan Anda

Sentono Gentong berada di Desa Dadapan, Kecamatan Pringkuku. Perjalanannya hanya 15 menit dari pusat kota. Dulu, Wengker Kidul (Pacitan, Red) dikenal sangat angker. Banyak dedemit atau lelembut yang menguasai daerah tersebut. Hingga akhirnya ada yang menanam tumbal untuk mengusir mereka.

Cerita itu dimulai dari perjuangan Syekh Barabah Al Farizi (Syekh Brubuh). Tokoh ulama Persia yang menyebarkan agama Islam di kawasan selatan. Tepatnya di sekitar abad ke-14. Syekh Brubuh diminta untuk menumbali kawasan Wengker Kidul. Sayang, upaya tersebut gagal lantaran beliau meninggal sebelum sempat melaksanakan permintaan itu.

Berita Terkait :  Pertemuan Air Terjun, Gua, dan Pantai Pre-wedding di Widoro Pacitan

Ismono, kepala Desa (Kades) Dadapan, mengatakan, rencana tersebut diteruskan Syekh Subakir. Waktu itu, penghuni Pacitan tidak banyak. Mereka takut dengan keangkeran kawasan tersebut. ’’Syekh Subakir salat dulu sebelum memasang tumbal,’’ ucapnya.

Tumbal itu berbentuk potongan lengan tangan. Dibungkus kain kafan dan dimasukkan ke gentong dari tanah liat. Syekh Subakir lantas menguburnya tepat di ujung bukit. Kata Ismono, dulu tempat dikuburnya tumbal itu hanya dilindungi atap sederhana. Kemudian, dibangun oleh pemerintah desa.

Potongan tulang lengan tersebut dikubur di bagian tengah batu karang. Tidak ada tanda khusus. Semua dibuat sederhana. Hanya, setiap 70 tahun, tulang itu selalu muncul sendiri. Terakhir muncul tahun 2016.

’’Ada semacam wangsit. Ternyata benar, tulang itu keluar di atas,’’ ujar Ismono.

Pria 64 tahun itu menuturkan, tulang dan potongan gentong tersebut akhirnya dikubur lagi pada 2017. Tepatnya tanggal 12 bulan Maulid. Dulu, ada yang menjaga lokasi itu. Bahkan langsung dari utusan Keraton Jogja. Karena itu, lokasi tersebut dinamakan Sentono Gentong.

Berita Terkait :  Banjir Pacitan Sejumlah Arus Dialihkan, Berikut Infonya

Sentono adalah orang yang mendapat gelar dari keraton. Sementara itu, gentong adalah tempat potongan lengan atau tumbal dikubur. Kades yang sudah menjabat dua periode itu mengungkapkan, Wali Sanga juga dikabarkan pernah mampir ke sana. Termasuk Prabu Brawijaya V, raja terakhir Majapahit, waktu mencari putranya, Raden Prawiroyodo.

Sosok lima putri cantik pun sering terlihat. Kata Ismono, kelimanya menjaga di depan cungkup tempat tumbal dikubur. Bukan hanya itu, lokasi Sentono Gentong kerap dijadikan tempat berkumpulnya sesepuh tanah Jawa dan santrinya.

Bahkan, tulang yang dikubur di bukit karang itu tak hanya menjadi tumbal. Dalam perjalanannya, benda tersebut juga dipercaya sebagai penyangga Pulau Jawa, khususnya Pacitan. Termasuk menopang dari ancaman bahaya.

Related posts