BabatPost.com – Bagi Muslim yang mengunjungi Singapura, dan sedang mencari makanan halal serta salat di masjid, bisa menuju Kampong Gelam. Tidak hanya itu, di Kampong Gelam juga bisa menikmati area heritage dengan bangunan kuno yang khas. Semua itu ada karena Kampong Gleam merupakan pemukiman dari imigran asal Bugis dan Jawa.
Jika melihat sejarahnya, Kampong Gelam adalah salah satu kawasan perkotaan tertua di Singapura. Di era kolonial, Sir Stamford Raffles menggunakan area itu sebagai pusat komunitas Melayu, Arab, dan Bugis. Itulah kenapa, di Kampong Gelam mudah ditemukan banyak makanan arab, toko karpet, hingga komunitas Muslim.
Untuk informasi, Gelam merupakan istilah untuk sebuah pohon berdaun panjang sejenis kayu putih. Dahulu, pohon tersebut banyak ditemukan di sana. Warga biasa memanfaatkan pohon tersebut untuk membuat kapal, obat-obatan, bahkan bumbu masak. Lantaran ciri khasnya itu, saat Formula 1 Singapura digelar awal Oktober, pemerintah memasukkan Kampong Gelam sebagai precinct atau kawasan yang direkomendasikan untuk dikunjungi. Berikut adalah rekomendasi yang bisa dilakukan saat mengunjungi Kampong Gelam.
1. Kuliner Halal
Murtabak di restoran Zam-Zam yang mirip dengan martabak asin di Indonesia. (Google Photos)
Mencari makanan halal di Singapura tidak lagi sulit jika mencari di Kampong Gelam. Makanan halal yang didominasi oleh kuliner Timur Tengah, Turki, maupun Melayu itu dapat ditemukan dengan mudah di North Bridge Road dan Baghdad Street. Makanan yang disajikan mulai dari aneka kari, nasi Briyani, martabak rusa, sampai aneka makanan khas Turki.
Bagi yang mencari makanan tradisional, bisa ke ke Hjh Maimunah. Restoran ini masuk dalam daftar Michelin Bib gourmand dan memiliki sajian unggulan nasi padang. Lalu, ada juga Zam Zam Singapore yang berada di seberang Masjid Sultan. Di restoran ini, terkenal roti prata khas India Selatan dan murtabak.
Meski umumnya berisi restoran Timur Tengah, di beberapa tempat juga ada restoran Eropa. Misalnya, di Bussorah Street ada restoran Italia di Tipo Pasta Bar. Atau, hidangan khas Swedia di Fika Swedish café and bistro. Jika tidak ingin makan berat, jangan khawatir. Banyak kafe disekitar jalan ini. Berbagai pertunjukan termasuk musik biasanya digelar di berbagai titik restoran.
2. Bernostalgia di Haji Lane
Fasad bangunan tua di Haji Lane Singapura masih dibiarkan seperti aslinya. (Dhimas Ginanjar/BabatPost.com)
Haji Lane adalah salah satu jalan kecil di kawasan Kampong Gelam. Lokasinya dekat dengan Golden Landmark Shopping Center. Bukan tanpa alasan jalan ini disebut dengan Haji Lane. Sebab, dulu di sepanjang jalan ini digunakan sebagai tempat transit calon jamaah haji. Sebelum akhirnya mereka menuju Tanah Suci dengan kapal di Pelabuhan Pasir Panjang, Singapura.
Dari catatan sejarah, tempat transit itu sejak 1800an hingga 1960an. Sebagai tempat transit, maka ruamh-rumah di sana juga digunakan sebagai tempat menginap. Umumnya di lantai 2 rumah. Sedangkan lantai dasar, digunakan untuk pertokoan yang menyediakan barang perlengkapan haji. Namun setelah 1970an, rumah-rumah itu mulai ditinggalkan fungsinya sebagai tempat transit haji.
Kini, rumah-rumah di Haji Lane menjadi tempat belanja. Ada toko tas, pakaian, pernak-pernik, kafe, hingga makanan. Menariknya, fasad bangunan di sini tidak berubah. Masih klasik. Itu karena bangunan di Haji Lane termasuk cagar budaya sehingga bagian depan tidak boleh diubah. Oleh sebab itu, sepanjang jalan ini cocok untuk foto-foto.
3. Foto dengan Latar Belakang Mural
Mural di Haji Lane Singapura. (Dhimas Ginanjar/BabatPost.com)
Singapura adalah negara yang ketat dengan aturan. Termasuk soal mural. Di sana, seni menggambar di dinding itu bisa masuk dalam kategori vandalisme. Oleh sebab itu, mural hanya bisa ditemukan di beberapa tempat saja. Salah satunya di Kampong Gelam. Mural dalam skala bisa ditemukan di sekitar Haji Lane dan juga Bali Lane.
Malah, di Bali Lane, ada mural yang bekerja sama dengan seniman Indonesia. Mereka adalah Adi Dharma (Stereoflow) dan Zulkarnaen Othman (Zero) dari Singapura. Keduanya karya yang terpisah. Adi membuat karyanya di M Bloc Space, Jakarta. Sedangkan Zero membuat mural di Bali Lane. Dua mural itu seperti potongan puzzle yang saling berhubungan. Karya mereka berjudul Under the Same Sun.
4. Masjid Sultan
Masjid Sultan Singapura. (roots.gov.sg)
Bangunan yang dibangun pada 1824 oleh Sultan Hussein Shah ini masih berfungsi sampai sekarang meski juga untuk wisata. Oleh sebab itu, ketika masuk waktu salat, azan akan berkumandang dari masjid ini. Pengunjung bisa salat atau mengikuti tur di kawasan masjid yang tersedia dalam berbagai bahasa.
Wisatawan non Muslim boleh ke kawasan masjid asal tidak mengganggu dan berpakaian sopan. Masjid Sultan adalah yang terbesar di Singapura. Mampu menampung hingga 5.000 orang. Saat malam tiba, Masjid Sultan tetap memberi daya tarik tersendiri. Sebab, lampu pada kubah emasnya akan menarik perhatian.
5. Malay Heritage Center
Malay Heritage Center Singapura. (visitsingapore.com)
Bagi yang ingin tahu bagaimana Melayu di Singapura, bisa datang ke Malay Heritage Center. Lokasinya berada di kompleks Istana Kampong Glam, tempat sultan dulu tinggal. Di bangunan bergaya kolonial ini, ada sepuluh galeri yang menceritakan bagaimana Melayu Singapura berkembang. Mulai dari dari asal usul, perjuangan, ada istiadat, sampai peran etnis Melayu dalam pembangunan Singapura. Museum ini terletak di 85 Sultan Gate, Singapura 198501. Buka dari Selasa sampai Minggu yang berarti tutup pada Senin. Jam buka adalah pukul 10 pagi hingga 6 sore.