Joan Mir Yakin Tak Bisa Ikuti Jejak Valentino Rossi

Joan Mir yakin tidak ada pembalap yang bisa mengikuti jejak Valentino Rossi, balapan MotoGP hingga kepala empat, termasuk dirinya.

Karier pembalap tersebut berada di persimpangan menyusul keinginan Suzuki mundur dari ajang balap motor level tertinggi. Belum jelas ke mana ia akan melangkah ke depannya.

Repsol Honda dikabarkan berminat memboyongnya. Namun, itu baru sebatas rumor hingga diumumkan kesepakatan antara kedua pihak.

Dengan talenta dan status juara dunia MotoGP 2020, Mir tentu tak mau kariernya terhenti akibat gagal dapat tim. Ia berharap mengebut hingga beberapa tahun ke depan, tapi tidak sangat lama seperti The Doctor.

“Pada usia 27 tahun (Casey Stoner pensiun), Anda sangat muda, tapi saya melihat seperti Casey. Intensitas yang harus diberikan kepada balapan sangat besar,” ujarnya dikutip dari Motosan.

“Valentino Rossi memiliki karier spektakuler, tapi ada momen ketika dia bisa sedikit meluangkan waktu dengan menempatkan intensitas besar pada beberapa musim terakhirnya. Tahun berlalu, Anda menang, Anda mencapai puncak, ini karier Anda.

“Saya kira, untuk sekarang, lebih sulit bagi pembalap lanjut hingga usia 42 atau 43 tahun di MotoGP. Saya yakin bahwa tidak ada rider fenomenal lain seperti ini, yang bisa mencapai usia 43 tahun dengan gairah seperti itu.”

Mir mengakui besarnya tekanan yang dihadapi para pembalap MotoGP. Namun, ia menjadi kebal setelah lebih dari tujuh musim bertarung di grand prix.

“Ketika Anda tiba di dunia ini, Anda hidup sangat cepat. Dari luar, itu seperti sesuatu yang sulit ditahan, tapi di dalam, semua terjadi sangat cepat. Tahun demi tahun, saya di MotoGP empat tahun, tapi sepertinya baru kemarin memulai petualangan ini,” ia menjelaskan.

“Hasilnya, kami memenangi titel dan posisi ketiga dalam tiga tahun. Mereka sangat bagus. Kami harus gembira.”

Pembalap 24 tahun itu berbagi kiat untuk bisa bertahan di papan atas MotoGP. Kepercayaan diri dan menganggap pekerjaan sebagai hobi menjadi salah satu kunci.

“Anda harus memulai musim dengan keyakinan, memenangi poin penting, mengatasi sirkuit awal sebaik mungkin, yang biasanya paling tidak saya suka. Ini yang saya lakukan,” tuturnya.

“Kemudian Anda harus meningkatkan intensitas di setiap balapan. Ini selalu menjadi strategi saya, sepanjang karier.

“Tentu kadang Anda memulai dan Anda punya semua untuk mendapatkan. Yang lain, lebih rumit. Saya gembira ketika berada di akhir musim dan mendapat feeling telah melakukan balapan dengan baik.

“Saat ini saya puas dengan diri sendiri. Jelas bahwa ketika Anda bekerja, Anda tidak menikmati. Sungguh menyenangkan, tapi ketika itu menjadi pekerjaan, sesuatu menjadi kehilangan sisi menyenangkan. Saya terus melakukan apa yang saya suka.

“Ketika pulang, saya langsung berpikir untuk naik motocross dan berlatih menggunakan motor. Namun, jika Anda harus melakukannya, itu berbeda dari berkendara pada Minggu di atas motor enduro.”

Terkait dengan masa depannya, Mir harus melihat dari berbagai aspek. Ia menginginkan tim yang terus memberi motivasi.

“Kadang Anda butuh motivasi dan itu kenapa Anda berubah, melebarkan karier. Setelah bertahun-tahun dengan motor sama, Anda pasti selalu mencari motivasi,” ucapnya.

“Risikonya sangat tinggi. Anda harus berubah ketika tak bisa menjangkaunya. Bukan pada dua tahun awal karier Anda. Selalu ada pertanyaan seputar motivasi. Perbedaannya besar.”

Juara dunia Moto3 2017 tersebut tak segan menyebut kelemahan dalam MotoGP saat ini, yakni sedikitnya pabrikan yang terlibat. Ducati menguasai sepertiga grid.

“Cacatnya adalah terlalu banyak motor dengan merek sama. Sungguh menjijikkan melihat satu pabrikan dengan delapan motor dan lainnya hanya dua. Namun, saya sangat suka keseimbangan, kesulitan membuat perbedaan, tidak ada yang dominan,” ia menandaskan.

Related posts