Menilik Kiprah Suzuki di Kejuaraan Dunia Balap Motor

Perjalanan Suzuki di MotoGP bakal selesai pada akhir musim 2022. Sejarah mencatat, Suzuki mampu memberi warna tersendiri di Kejuaraan Dunia Balap Motor.

Kendati belum mengeluarkan pernyataan resmi, Suzuki diyakini akan tetap pada keputusannya untuk meninggalkan Kejuaraan Dunia MotoGP pada akhir musim 2022 nanti.

Di Kejuaraan Dunia Balap Motor, Suzuki mungkin tidak secemerlang dua pesaing mereka sesama pabrikan Jepang, Honda dan Yamaha.

Namun, nama-nama seperti Barry Sheene, Kevin Schwantz, Kenny Roberts Jr, hingga Joan Mir, mampu memberikan warna tersendiri di kelas tertinggi.

Jika benar-benar mundur dari MotoGP, jelas hal tersebut menjadi pukulan tersendiri bagi otoritas Kejuaraan Dunia Balap Motor, utamanya Dorna Sports selaku promotor dan FIM sebagai regulator.

Seperti apa sejatinya kiprah Suzuki di Kejuaraan Dunia Balap Motor? Berikut rangkumannya.

Era 1950-an, dari Pabrik Tenun ke Aspal

Pendiri Suzuki, Michio Suzuki, pada awalnya mendirikan pabrik tenun di Hamamatsu, kota di tepi pantai di Prefektur Shizuoka, Jepang, pada 1909. Fokus produksi mereka saat itu adalah bahan katun.

Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang dilanda krisis ekonomi hebat dan Suzuki ikut terguncang. Dalam situasi serba tidak pasti, pada 1952, Suzuki memutuskan untuk memproduksi sepeda motor untuk kali pertama.

Sepeda motor yang dinamai Power Free tersebut bermesin 2-tak dengan kapasitas hanya 36cc yang bisa berfungsi menjadi sepeda. Desain yang unik membuat Power Free bisa digenjot saat mesin dimatikan, atau memakai mesin secara penuh.

Mulai Turun di Balap pada Era 1960-an

Isle of Man Tourist Trophy (TT) 1960 menjadi ajang balap pertama yang diikuti Suzuki. Saat itu, tiga pembalap mereka mampu menyentuh finis.

Pembalap asal Jerman Timur, Ernst Degner, berhasil memberikan kemenangan pertama Suzuki saat digelarnya Isle of Man TT 1962 dengan motor prototipe 50cc, RM62.

Pada 1961, setelah melarikan diri dari Jerman Timur, Degner bergabung ke Suzuki dan banyak membantu mengembangkan motor dua-langkah (2-tak) mereka dengan keahlian di bidang mekanis serta skill-nya.

Berita Terkait :  EWC Inside Line dengan Niccolo Canepa

Pada balapan terakhir Kejuaraan Dunia Balap Motor 1962, Suzuki berhasil merebut kemenangan pertama di kelas 125cc.Mantan pemain rugbi asal Selandia Baru, Hugh Anderson, melakukannya di Autodromo Oscar Alfredo Galvez di Buenos Aires, Argentina.

Pada 1963, Suzuki menjalani musim penuh keduanya di Kejuaraan Dunia Balap Motor. Seorang teknisi pengembang di Hamamatsu, Mitsuo Itoh, berhasil memenangi balapan kelas 50cc di Isle of Man TT.

Torehan tersebut menjadi sejarah karena sampai saat ini Itoh menjadi pembalap asal Jepang pertama dan satu-satunya yang berhasil memenangi balapan paling berbahaya di dunia yang digelar di jalan raya di pulau yang berada di Laut Irlandia tersebut.

Masih pada 1963, Hugh Anderson berhasil merebut gelar juara dunia kelas 50cc dan 125cc sekaligus memberikan dua gelar konstruktor untuk Suzuki pada musim yang sama.

Anderson merebut gelar ketiganya di kelas 50cc pada 1964. Setahun kemudian, ia memenangi gelar keempat bersama Suzuki, kali ini di kelas 125cc (kini Moto3). Torehan tersebut membuat Anderson masuk dala daftar legenda Suzuki.

Setelah sukses Anderson, pada 1966 giliran Hans-Georg Anscheidt yang mencuat. Pembalap asal Jerman itu menghentak saat menggeber Suzuki RK66, motor prototipe dua silinder 50cc yang mampu menembus top speed 170km/jam.

Anscheidt mengukuhkan dominasinya di kelas 500cc dengan merebut gelar juara dunia beruntun antara 1966 sampai 1968. Pada 1970, Suzuki menutup era brilian mereka di kelas-kelas kecil saat pembalap Jerman lainnya, Dieter Braun, merebut gelar di kelas 125cc.

Barry Sheene dan Kejayaan di Era 1970-an

Setelah sukses di kelas-kelas kecil pada 1960-an, Suzuki pun mengubah arah program balap mereka dengan mengembangkan mesin-mesin berkapasitas lebih besar, sekaligus kelas tertinggi di Kejuaraan Dunia Balap Motor saat itu, 500cc.

Pada 12 Agustus 1971, pembalap asal Australia Jack Findlay memberikan kemenangan pertama untuk Suzuki di kelas 500cc pada Grand Prix Ulster di Irlandia.

Namun, masa keemasan Suzuki di era 1970-an terjadi saat seorang pembalap muda Inggris, Barry Sheene, mengubah balap motor secara revolusioner. Sheene adalah pembalap pertama yang mampu menjadi selebritas di luar trek.

Berita Terkait :  Marquez Fokus Penuh Pulihkan Cedera Selama Jeda Kompetisi MotoGP

Karakter, gaya hidup, dan perilaku yang tidak biasa membuat fan Sheene saat itu melihatnya seperti personel grup band legendaris Inggris, The Beatles. Hebatnya, Sheene mampu mengimbangi semua hal di luar kebiasaan pembalap saat itu, dengan prestasi.

Ia berhasil merebut gelar juara dunia kelas 500cc pada 1976 setelah Suzuki RG500 geberannya memenangi enam balapan. Sheene kemudian berhasil mempertahankan gelarnya pada 1977.

Era 1980-an, Italian Job

Pada era tahun 1980-an, Suzuki mempertahankan dominasinya berkat performa impresif dua pembalap Italia. Marco Lucchinelli dan Franco Uncini sukses bersama tim privat asal Italia yang didukung Suzuki, Team Gallina, yang didirikan pada 1975.

Lucchinelli saat itu benar-benar mampu melanjutkan Sheene di Suzuki. Pembalap yang dijuluki Crazy Horse karena gaya balapnya yang liar tersebut memiliki karisma seperti Sheene.

Setelah berduel sengit dengan pembalap top Amerika Serikat, Randy Mamola, Lucchinelli berhasil merebut gelar juara dunia kelas 500cc musim 1981 di atas Suzuki RG500.

Pada 1982, Franco Uncini berhasil mempertahankan gelar Suzuki di kelas 500cc. Pria yang kini bekerja di Federation Internationale de Motocyclisme (FIM) sebagai Safety Officer MotoGP tersebut berhasil memenangi lima balapan pada musim tersebut.

Magis Kevin Schwantz di Era 1990-an

Salah satu legenda kelas premier yang pernah dimiliki Suzuki tentu saja Kevin Schwantz. Pria asal Amerika Serikat (AS) tersebut dikenal sebagai salah satu pembalap dengan teknik spektakuler yang pernah ada di Kejuaraan Dunia Balap Motor.

Kevin Schwantz membuat sejarah dengan mengalahkan kompatriotnya yang juga andalan Yamaha, Wayne Rainey, saat merebut gelar juara dunia kelas 500cc 1993.

Pria asal Texas itu terkenal karena karisma, gaya balapnya yang selalu full gas, dan teknik pengereman sangat dekat dengan tikungan (late braking) yang terlihat mustahil dilakukan pembalap dengan postur seperti dirinya.

Salah satu kalimat yang membuat Schwantz terkenal meskipun terlihat konyol adalah: “Saat melihat Tuhan, barulah saya tahu itu waktunya untuk mengerem!”

Berita Terkait :  Inilah sosok yang akan mengubah Ducati selain Stoner

Gelar juara dunia kelas tertinggi Suzuki berikutnya juga direbut pembalap asal AS, Kenny Roberts Jr. Putra pembalap legendaris “King” Kenny Roberts itu berhasil membalikkan fakta dengan memenangi gelar kelas 500cc pada 2000 usai memenangi empat balapan.

Gelar keenam Suzuki di kelas premier tersebut tambah berkesan karena Kenny Roberts Jr mampu menundukkan calon bintang saat itu, Valentino Rossi!

Era Modern, MotoGP

Pada 2002, kelas tertinggi Kejuaraan Dunia Balap Motor berubah nama menjadi MotoGP. Tidak hanya nama, saat itu mesin pun berubah drastis dari 500cc 2-tak menjadi 990cc 4-tak (menjadi 800cc pada 2007, lalu naik menjadi 1.000cc mulai 2012).

Di era MotoGP, Suzuki baru mampu merebut kemenangan pertamanya di GP Prancis 2007 lewat pembalap Australia Chris Vermeulen dari Team Rizla Suzuki. Saat itu, Sirkuit Le Mans diguyur hujan cukup lebat.

Suzuki kemudian tidak turun di MotoGP selama tiga musim (2012, 2013, 2014) dan baru kembali pada 2015 dengan skuad pabrikan bernama Team Suzuki Ecstar.

Saat itu, Aleix Espargaro dan Maverick Vinales menjadi duet pertama Suzuki yang turun penuh dengan Suzuki GSX-RR, penerus GSV-R yang bermesin V4 (GSX-RR inline-four) namun kurang kompetitif.

Pada MotoGP Inggris 2016 di Sirkuit Silverstone, Vinales memberikan kemenangan pertama untuk Suzuki GSX-RR. Tiga tahun berselang, 2019, Alex Rins berhasil memenangi dua balapan (GP Amerika dan GP Inggris) untuk finis di P4 klasemen akhir MotoGP.

Puncak kejayaan Suzuki di era MotoGP tentu saja terjadi pada musim 2020 lalu. Joan Mir berhasil merebut gelar juara dunia pembalap berkat konsistensi dan kematangan tekniknya.

Performa Alex Rins juga membantu Suzuki merebut gelar juara dunia tim pada MotoGP 2020. Rins sendiri menempati peringkat ketiga pada musim tersebut.

16 Gelar Suzuki di Kejuaraan Dunia Balap Motor: 

Keterangan: Suzuki masih turun di MotoGP 2022 dengan pembalap Alex Rins dan Joan Mir.  

Related posts