Ducati sangat senang Enea Bastianini meraih kemenangan keduanya dan kembali memuncaki klasemen MotoGP. Namun, pabrikan Italia mulai tak sabar melihat pengguna Desmosedici GP22 yang berjaya.
Dalam kejuaraan paling tidak terduga, separuh kemenangan dari empat race MotoGP yang telah digelar tahun ini diraih oleh pembalap dengan motor spek tahun lalu, Enea Bastianini.
Desmosedici GP21, sebuah “motor yang sempurna”, begitu rider yang pernah menggunakannya dan tahu potensinya menggambarkan prototipe tersebut. Selain Bastianini, tiga pembalap lain sudah meraih kemenangan di atasnya.
Ini membuktikan kekuatan mesin Desmosedici GP21, selain dari total delapan pole position yang telah dibukukan – semua pada MotoGP musim lalu – memperlihatkan bahwa itu punya kecepatan luar biasa.
Raihan Bastianini bersama Tim Gresini Racing sejauh ini memunculkan kepuasan di kubu pabrikan Borgo Panigale. Tetapi juga ada keprihatinan mengingat perbedaan jelas yang ada antara Desmosedici GP22 dan versi terdahulu, setidaknya sejauh ini.
Tak mengherankan sebab Ducati Corse yang dimotori oleh Gigi Dall’Igna telah bekerja lebih dari setahun dalam merancang model prototipe baru dari Desmosedici GP, yang telah melalui beberapa tahapan.
Pada November di Jerez, selama tes pramusim pertama tahun ini, Francesco Bagnaia mengatakan GP22 siap untuk balapan. Tiga bulan kemudian, di Sepang, masalah dimulai, yang membuat rider Italia itu dan Jack Miller memilih propelan dari 2021.
Bagnaia dan rekan setimnya di tim pabrikan Ducati tersebut juga memutuskan untuk mengesampingkan front height adjuster, penemuan baru Dall’Igna, guna fokus pada setting dasar yang belum ditentukan.
Tetapi waktu terus berlalu dan selisih poin yang memisahkan Bastianini dengan pembalap utama Ducati, Miller serta Bagnaia masing-masing sudah 30 dan 38 poin atau sudah lebih dari angka maksimal yang bisa diraih dalam satu kali balapan (25).
Ini fakta ironis di mana motor lawas justru bisa menawarkan performa lebih baik dari penerusnya. Meski demikian, di markas Ducati, ada keyakinan bahwa waktunya telah tiba untuk menang dengan GP22, motor yang juga dipakai duo Pramac Racing, Jorge Martin dan Johann Zarco serta Luca Marini (VR46 Racing Team).
“Tentu saja Ducati senang karena salah satu motor kami telah memenangkan setengah dari balapan yang sudah berlangsung. Namun, sudah waktunya bagi tim pabrikan untuk menang,” kata Sporting Director Paolo Ciabatti kepada Motorsport.com.
Di pabrik Ducati ada campuran antara kegembiraan dan kegugupan, karena diagnosis yang dibuat dari situasi tersebut bukanlah apa yang ingin didengar oleh sosok genius sekelas Gigi Dall’Igna.
“Ada perbedaan antara apa yang telah diproyeksikan oleh teknisi dari ide-ide mereka dan ingormasi yang mereka tangani, serta sensasi yang ditransmisikan oleh motor kepada pembalap,” ujar seorang sumber dari Ducati.
Pada balapan MotoGP berikutnya di Portugal yang berlangsung kurang dari dua pekan (22-24 April), Ducati berharap giliran Desmosedici GP22 yang berjaya, mengambil langkah besar seperti pendahulunya. Jika tidak kepanikan mungkin akan dimulai.