Kejutan dan Pertanyaan dari Liga 1 Musim 2021-2022

Kejutan dan Pertanyaan dari Liga 1 Musim 2021-2022

Siapa pemain paling menonjol, tim mana yang secara taktikal paling mengejutkan, dan seperti apa kondisi perwasitan di Liga 1 2021–2022 yang baru berlalu? Berikut ulasan mantan penggawa timnas, instruktur kepelatihan, dan eks wasit nasional yang kami wawancarai secara terpisah.

Read More
IKUT LATIHAN: Budi Sudarsono ketika latihan dengan Persik Kediri. (FOTO: JAWA POS RADAR KEDIRI)

BUDI SUDARSONO, mantan penyerang Timnas:

Kenapa Striker Lokal Terus Menurun?

TIDAK banyak pemain Jepang di Liga Indonesia pada zaman saya masih aktif bermain dulu. Karena itu, saya kaget begitu tahu best player Liga 1 musim ini adalah Taisei Marukawa.

Kaget lebih karena setahu saya itu belum pernah terjadi sebelumnya.

Tapi, secara kelayakan, Marukawa jelas sangat pantas menyandang titel itu. Dia nyawa Persebaya.

Posisi naturalnya di sayap, tapi bisa mencetak 17 gol dan 10 assist. Skill-nya prima, punya gaya khas Persebaya sekaligus Jepang pula: ngeyel. Belum lagi pendekatan taktikal dari pelatih sangat cocok dengan gaya bermainnya.

Selain Marukawa, yang nempel di kepala juga penyerang Persik Kediri Youssef Ezzejjari. Penempatan posisi dan penyelesaian akhirnya bagus sehingga mampu mencetak 18 gol.

Hebatnya lagi, sama seperti Marukawa, ini musim debutnya di Liga Indonesia. Saya berharap torehan keduanya bakal jadi daya tarik bagi lebih banyak lagi pemain asing berkualitas masuk ke sini. Pemain asing berkualitas sangat penting untuk turut mengerek level pemain lokal. Tujuan akhirnya, timnas jadi lebih berkualitas pula.

Berita Terkait :  Bek PSS Dituduh Umpat Wasit, Diskors 4 Laga, Banding, Hukuman Dicabut

Cuma, saya masih heran, kenapa striker lokal terus mengalami penurunan. Ini memang tak lepas dari lebih percayanya klub kepada penyerang asing. Tidak mudah memang, tapi bukannya tidak mungkin.

Lihat Samsul Arif. Bagi dia, usia hanya angka. Di umur yang sudah 37 tahun, dia masih bisa mencetak gol double digit dan jadi satu-satunya striker lokal yang masuk best eleven musim ini. Untuk pemain muda, lagi-lagi saya harus menyebut Persebaya. Saya melihat Marselino Ferdinan sebagai sosok anak muda paling luar biasa.

Saya cuma ingin berpesan, pemain muda jangan terlalu disanjung. Diagung-agungkan. Nanti jadinya malah tidak baik.

Secara keseluruhan, sebagai mantan pemain, saya sih melihat kompetisi sudah bagus. Tetap bisa tuntas meski sempat dihadang badai Covid-19. Kualitas pemain di Liga 1 juga semakin meningkat. Saya harap ini bisa terus dijaga untuk musim depan. Mudah-mudahan juga sudah ada suporter di stadion.

EMRAL ABUS, instruktur kepelatihan AFC

Agresivitas Persebaya, Mental Persipura

Menurut saya, Persebaya Surabaya tim dengan penampilan paling mengejutkan di Liga 1 2021–2022. Jadi, tak salah kalau Aji Santoso terpilih sebagai pelatih terbaik pilihan Technical Study Group.

Aji berhasil meramu tim dengan mengombinasikan pemain muda dan senior. Persebaya juga sangat konsisten menerapkan sepak bola menyerang, melawan tim mana saja, dengan segala risikonya. Green Force –julukan tim ini– pun hanya terpaut satu gol dari sang juara, Bali United, untuk urusan produktivitas. Itu memperlihatkan agresivitas mereka.

Kepada anak-anak muda, Aji tak cuma memberi kesempatan. Dia memberi kepercayaan penuh.

Berita Terkait :  Samsul Arif Resmi Hengkang dari Persebaya Surabaya

Itu tak semudah yang dipikir orang. Memberi kepercayaan kepada pemain muda itu perjudian juga. Jika tak tepat memberi arahan, menempatkan posisi, dan menguatkan mental, anak-anak muda yang paling berbakat sekalipun bisa hilang di tengah persaingan keras.

Marselino Ferdinan adalah contoh sukses Aji dalam man management (penanganan pemain). Di usia 17 tahun, Marselino sudah menjadi pilar penting di sektor tengah Persebaya. Tampil 23 kali dengan kontribusi 4 gol dan 6 umpan gol.

Kejutan lain, tapi dari sisi berbeda, adalah Persipura Jayapura. Sayang sekali tim yang banyak dihuni pemain berbakat khas Papua, dengan sejarah panjang dan prestasi hebat, akhirnya harus terdegradasi.

Menurut saya, itu terjadi lebih karena faktor mental. Para pemain merasakan home sick karena sepanjang musim tidak pulang ke kota asal.

Kalau kompetisi digelar normal dengan sistem kandang-tandang seperti musim-musim sebelumnya, saya yakin Persipura tidak akan terdegradasi.

PURWANTO, mantan wasit nasional dan eks asisten wasit FIFA
Perlu Ada Promosi-Degradasi Wasit

Saya mengapresiasi betul langkah menambah asisten wasit di Liga 1 musim ini. Upaya tersebut bisa membantu kinerja wasit tengah. Membantu mengurangi kesalahan.

Itu terbukti di beberapa pertandingan, meski saya tidak menonton secara langsung. Setidaknya, kejadian-kejadian kontroversial berkurang.

Saya tidak memungkiri memang tidak sempurna betul. Masih ada kesalahan-kesalahan. Ini yang seharusnya jadi titik evaluasi. Kok bisa, misalnya, kotak penalti dijaga oleh tiga wasit sekaligus tetap saja ada salah?

PSSI bisa melakukan evaluasi dengan menata kembali pola rekrutmen wasit. Ada tiga aspek yang bisa dijadikan patokan.

Berita Terkait :  Ada Dua Sebab Mengapa Paul Munster Hengkang dari Bhayangkara FC

Yang pertama soal fisik dan kebugaran. Wasit harus punya kondisi fisik prima. Agar mereka bisa berpikir bagus dalam mengambil keputusan.

Yang kedua adalah memahami betul laws of the game dalam sepak bola. Terutama aturan-aturan paling baru. Bayangkan jika wasit tidak tahu soal aturan permainan sepak bola paling anyar. Handsball, misalnya. Kan lucu di Eropa dan belahan dunia lain menerapkan aturan baru, Indonesia masih pakai aturan lama. Wajar kalau banyak protes.

Yang terakhir adalah integritas. Ini yang paling penting yang harus dimiliki oleh wasit. Integritaslah yang membuat semua keputusan di dalam lapangan diambil berdasar aturan yang benar. Percuma saja ada asisten wasit atau VAR (video assistant referee) sekalipun jika wasit tidak punya integritas.

Dalam prosesnya nanti juga harus ada promosi dan degradasi. Wasit terbaik diberi kesempatan, yang nilainya buruk dievaluasi, kalau perlu didegradasi. Selain itu, tambahan asisten wasit seharusnya tidak hanya dilakukan di Liga 1. Di Liga 2 dan Liga 3 juga harus diterapkan.

Soal VAR, saya kira masih jauh. Bukan karena kita tidak mampu, tapi harus melihat juga kondisi yang ada. Infrastruktur di Indonesia belum menunjang untuk menerapkan VAR secara maksimal.

Stadion saja mungkin hanya beberapa yang bisa menggunakan VAR. Itu di Liga 1 lho ya. Liga 2 dan Liga 3 malah jauh sekali. Mending, biaya besar untuk VAR dialihkan buat penyegaran wasit. Untuk sekolahnya wasit. Agar kinerja mereka maksimal.

Related posts