I Komang Putra lahir dan besar di Denpasar. Tapi, dia tidak pernah memperkuat tim dari Bali. Komang justru menjadi kiper legendaris PSIS Semarang. Pekan ini tim asal tempat lahirnya, Bali United, mencetak sejarah dengan menjadi juara back-to-back Liga 1 Indonesia. Bagaimana perasaannya? Berikut perbincangan Komang dengan Jawa Pos.
—
Bagaimana kabarnya, Coach Komang?
Kabar sangat baik. Sekarang saya masih fokus sebagai pelatih kiper PSIS Semarang.
Sebagai pelatih kiper PSIS, apakah Coach juga memantau perkembangan Bali United?
Ya, tentu saja. Karena kami sama-sama berjuang di kompetisi Liga 1.
Kompetisi hampir tuntas, Bali United jadi juara Liga 1. Sebagai putra asli Denpasar, bagaimana perasaan Coach?
Saya kok merasa bangga ya. Melihat Bali United juara ya rasanya lega. Kenapa? Karena apa yang diraih Bali United ini bisa mendongkrak prestasi sepak bola, khususnya pemain muda di Bali.
Apa itu mulai terasa sejak Bali United menjadi juara Liga 1 pada 2019?
Tentu saja. Gairah sepak bola di Bali sekarang sangat bagus. Prestasi yang diraih Bali United membuat gairah sepak bola meningkat. Sekarang bibit sepak bola di Bali semakin banyak. Tidak seperti zaman saya dulu.
Memang, bagaimana kondisi pada zaman Coach saat itu?
Dulu awal 1990-an SSB (sekolah sepak bola) saja sangat jarang, Mas. Paling kalau ada juga klub antarsekolah. Belum ada sama sekali pembinaan usia dini di Bali. Makanya, saya senang dengan adanya Bali United karena sekarang SSB sudah menjamur.
Jadi, bagaimana dulu Coach memulai karier sebelum terjun ke sepak bola profesional?
Kebetulan dulu ada Piala Soeratin (kompetisi pemain muda). Kalau nggak salah itu tahun 1988. Saya ikut membela Denpasar sebagai kiper. Setelah itu, saya putuskan untuk pergi dari Bali. Tahun 1989 pas kelas XI SMA, saya pindah ke Sekolah Olahraga Ragunan (Jakarta).
Berarti dari situ Coach memulai karier profesional?
Setelah datang ke Jakarta, ada seleksi PSSI Junior. Saya kemudian ikut seleksi itu. Ternyata masuk. Baru setelah masuk timnas junior (U-19) itu, saya langsung ditawari gabung Persija Jakarta. Waktu itu Persija masih ikut berlaga di kompetisi Perserikatan.
Berarti selama karier profesional tidak pernah gabung dengan klub asal Bali?
Tidak, Mas. Setelah dari Persija Jakarta, dua tahun berselang saya pindah ke Arseto Solo. Saat itu kalau tidak salah kompetisi Galatama dan Perserikatan sudah dilebur menjadi Liga Indonesia.
Setelah itu, Coach malah jadi legenda di PSIS Semarang?
Iya, saya menjadi bagian saat PSIS meraih juara Liga Indonesia musim 1998–1999. Sekarang saya juga masih menjadi bagian dari PSIS sebagai pelatih kiper.
Melihat Bali United yang moncer, apakah ada keinginan pulang kampung?
Saya pribadi sebenarnya ingin sih, Mas. Apalagi keluarga besar saya juga di Bali. Tapi, semua kan harus melihat bagaimana situasi ke depan. Tidak ada yang tahu masa depan seperti apa.
Tapi, Liga 1 seri keempat dan kelima digelar di Bali. Apakah itu jadi keuntungan?
Keluarga besar saya tinggal di Ubung. Itu salah satu kelurahan di Denpasar Utara. Jadi, selama kompetisi dihelat di Bali, kalau ada waktu libur saya sering menyempatkan pulang. Bertemu dengan keluarga besar.
Jadi, momen Nyepi kemarin dihabiskan di Bali?
Iya, Mas. Saya merayakan Nyepi bersama keluarga di Ubung. Saya jelas sangat senang. Karena selama ini saya selalu Nyepi di luar kota. Kalau tidak salah, saya merayakan Nyepi terakhir di Bali itu lima tahun lalu.
Terakhir, apa harapan Coach ke depan?
Tentu saja saya berharap masih bisa melatih dengan maksimal. Tujuannya, saya ingin melahirkan kiper-kiper berbakat di Indonesia.
I KOMANG PUTRA, SANG PENJAGA GAWANG
Lahir: Denpasar, 6 Mei 1972
Karier Klub
1990–1992 : Persija Jakarta
1992–1998 : Arseto Solo
1998–2007 : PSIS Semarang
2008–2010 : Persema Malang
2010–2011 : Persela Lamongan
2011–2012 : Persis Solo
Karier Timnas
1999–2003 : 12 Laga
Prestasi
1998–1999 : Juara Liga Indonesia saat di PSIS Semarang
2006 : Runner-up Liga Indonesia saat di PSIS Semarang