DULU ketika saya bergabung dengan Persebaya Surabaya sebagai pemain, ciri khas ngotot, ngeyel, dan berani wajib ditunjukkan di tiap pertandingan. Apalagi bermain di lini pertahanan.
Tidak mudah memang, tapi syukur dulu saya punya mentor-mentor hebat yang bisa mengajari saya cara bermain sebagai bek Persebaya.
Nama-nama seperti Bejo Sugiantoro, Mursyid Effendi, hingga Chairil Anwar jadi panutan. Saya banyak belajar dari beliau-beliau ini untuk jadi bek tangguh.
Bicara soal bek Persebaya sekarang tentu tidak bisa dibandingkan dengan era saya. Apalagi dari sisi permainan secara umum.
Tapi, saya lihat lini pertahanan Persebaya sejatinya sudah bagus. Banyak diisi pemain muda yang dikombinasikan dengan bek-bek berpengalaman. Hanya, fokus para pemain harus lebih ditingkatkan lagi.
Saya memang tidak sempat menonton penuh ketika Persebaya bermain imbang melawan Persija Jakarta dan kebobolan di menit-menit terakhir. Seperti juga ketika menghadapi Persela Lamongan dan Bhayangkara FC sebelumnya.
Rentetan gol-gol telat itu yang kemudian memicu banyak orang beranggapan lini bertahan Persebaya lemah. Padahal, di era sepak bola seperti sekarang, kemasukan gol bukan semata-mata karena kelalaian lini belakang. Menjaga pemain lawan bukan hanya tugas para bek. Sebab, sepak bola sekarang menuntut semua pemain harus bisa bertahan sebagaimana semua pemain juga dituntut bisa terlibat dalam penyerangan. Di semua lini.
Lalu, kenapa sering kebobolan di menit-menit akhir? Tentu kebugaran yang jadi penyebab. Gol di menit-menit akhir itu terjadi karena fisik pemain sudah turun. Sudah melemah. Akibatnya, fokus pemain juga menurun.
Karena itu, seperti yang saya katakan, kualitas pemain Persebaya sudah sangat baik. Hanya ada yang perlu ditingkatkan: fokus dalam permainan.
*) Nova Arianto, Asisten Pelatih Timnas, mantan bek Persebaya, PSIS, Persib
**) Disarikan dari wawancara dengan wartawan Jawa Pos Farid S. Maulana