Jangan Remehkan Efek Kangen Rumah yang Dialami Pembalap

Rasa rindu terhadap rumah mungkin terkesan sepele. Namun, jangan pernah meremehkan faktor itu ketika berhubungan dengan pembalap.
Oleh: Luke Smith , F1 reporter Diterjemahkan oleh: Xaveria Yunita , Editor 5 Feb 2022 07.15

Pandemi Covid-19 membuat beberapa pembalap kesulitan bertemu dengan keluarga dan teman-teman, Pembatasan yang dilakukan masing-masing negara dan kerumitan karantina membuat mereka kesulitan untuk pulang.

Pembalap McLaren, Daniel Ricciardo, contohnya, harus menahan kerinduan hampir 1,5 tahun karena tidak bisa kembali ke Australia. Berkomunikasi lewat panggilan telepon atau video saja tidak cukup karena pasti rasanya berbeda dengan interaksi langsung.

Tak ada pengorbanan yang sia-sia. Ia akhirnya kemenangan semata wayang musim 2021, tepatnya dalam Grand Prix Italia 2021.

Karena sudah tak tahan lagi, ia terbang ke Negeri Kanguru selepas balapan musim lalu. Ricciardo bahkan tak peduli mesti merayakan Natal dalam ruang karantina.

Ricciardo terbuka tentang dampak homesick. Memang tidak serta merta berpengaruh terhadap balapan, tapi lebih kepada kesehatan mental.

“Saya tidak mengatakan itu memengaruhi saya dalam balapan. Tapi, biasanya ketika segala sesuatu tak berjalan dengan baik, kemudian itu akan punya efek karena yang Anda inginkan adalah dukungan itu dan cinte keluarga,” ujarnya.

“Dan juga ketika itu tak berjalan lancar, Anda juga bisa merasa sangat sendirian.”

Perasaan kesepian menerpanya dalam periode adaptasi paruh pertama F1 2021. Prestasinya kurang membanggakan saat itu, sedangkan rekan setimnya, Lando Norris terus meroket. Perbandingan dan kritik menambah bebannya.

Berita Terkait :  Mengapa F1 berhenti balapan di India? Menjelajahi alasan di balik kapak Sirkuit Internasional Buddha dari kalender

“Saya kira lebih sulit bagi saya untuk memompa energi dan energi positif dan segala sesuatu seperti itu. Saya menemukan jalan, tapi saya harus bekerja lebih keras untuk itu. Saya pikir membebani diri sendiri,” ucapnya.

Ricciardo tidak mengalami problem itu sendiri. Sergio Perez juga mengutarakan periode sulit yang dialami sebagai remaja, ketika baru pindah dari Meksiko ke Eropa, demi mengejar karier balap.

Tantangan serupa dialami mayoritas pilot muda. Debutan F1 2022, Guanyu Zhou terpaksa meninggalkan lingkungan di Cina dan menetap di Inggris.

Yuki Tsunoda pindah ke Prancis selepas dapat tawaran berlaga di Formula 3 2019. Setelah gabung AlphaTauri, ia diminta menetap di Milton Keynes.

Sempat menunjukkan potensi terbaik ketika ketika pindah dari kompetisi level kedua ke premier, pemuda 21 tahun itu digadang-gadang jadi rookie hebat.

Namun, tiba-tiba rapornya merosot yang diperparah dengan masalah perilaku. Ia mengaku kehilangan kepercayaan diri.

Tinggal sendirian membuatnya kesepian sehingga kerap mengisi waktu luang dengan bersenang-senang, seperti bermain video game. Tsunoda kurang serius mempersiapkan balapan.

“Saya sedikit cemas karena hingga saat itu tiba, saya belum pernah tinggal sendirian. Itu pertama kali saya hidup sendiri dan di negara lain pula. Saya khawatir, tapi tidak masalah,” ujarnya kepada Motorsport.com.

Di sisi lain, tinggal sendiri menuntutnya harus mandiri. Tsunoda terpaksa memasak sendiri karena kurang percaya diri bicara bahasa Prancis saat makan di restoran.

Berita Terkait :  Tekad Mario Aji Terus Bekerja Perbaiki Kekurangan

“Saya tidak berani ke restoran dan bicara bahasa Prancis. Jadi saya hanya membeli bahan makanan di pasar swalayan dan memasak setiap hari,” katanya.

Hal-hal kecil bisa berdampak besar terhadap kenyamanan. Ketika bisa menemukan faktor itu dan memperbaiki aspek kehidupan, maka pembalap bisa fokus memoles prestasinya di trek.

AlphaTauri segera bertindak cepat dengan memboyongnya dari area dekat markas Red Bull di Milton Keynes ke Faenza, Italia. Bergaul lebih sering dengan kru tim satelit Red Bull dan kesibukan di markas memudahkannya melupakan kerinduan atas rumah.

“Saya memilih ada di sini. Saya lebih suka udara di sini, dan sangat menikmati makanan. Saya juga bisa pergi pabrik setiap saat setelah balapan dan meninjau ulang sesi-sesi dan meningkatkan diri sendiri. Jadi itu sangat bagus,” ia menjelaskan.

Kompatriotnya yang berlaga di MotoGP, Takaaki Nakagami, mungkin bisa memahami perasaan Tsunoda. Rider LCR Honda itu memutuskan menetap di Italia pada 2012, di usia 20 tahun. Ketika itu, ia masih berlaga di Moto2.

Seiring dengan keberhasilan menembus MotoGP, Nakagami pun hidup di Spanyol. Ambisi untuk sukses membuatnya bertahan.

Ia punya siasat agar betah tinggal di negara lain. Penghuni peringkat ke-15 klasemen MotoGP 2021 itu mempelajari budaya dan kuliner setempat.

“Pertama kali pindah ke Eropa, semua terasa baru, semua mengagumkan bagi saya. Saya mencoba beradaptasi karena saya harus tinggal di sana. Saya tidak bisa kembali ke Jepang,” Nakagami mengisahkan kepada Motorsport.com.

“Kemudian, saya mulai beradaptasi dan mempelajari negara dan budaya Italia, terutama makanan enak. Itu kenangan indah.”

Berita Terkait :  Marc Marquez Ingin Motor MotoGP Tanpa Winglet

Ketika rindu kampung halaman, Nakagami memasak makanan Jepang. Menariknya, ia meminta keluarga mengirim beras.

“Saya membawa penanak nasi dari Jepang. Dan juga, ini yang terpenting, beras dari Jepang. Saya tidak pernah beli nasi putih di Eropa. Saya tidak pernah mencobanya!” ucapnya.

“Mungkin suatu saat nanti…Saya sangat suka makanan Jepang dan orang Jepang selalu makan nasi. Itu memberikan energi baik. Tetap saja, saya harus menjaga gaya Jepang!”

Terkait dengan pandemi Covid-19 yang membuat para pembalap dari benua lain sulit pulang ke negaranya, Nakagami berusaha beradaptasi dengan keadaan.

“Tidak mudah. Tapi bagaimanapun, saya menikmati waktu dengan teman-teman di Eropa. Situasinya berbeda, tapi saya selalu mencoba menikmati hidup. Itu berfungsi dengan baik,” tuturnya.

Musim dingin ini, kedua pembalap Jepang itu pulang kampung. Tsunoda mengunggah foto saat berkumpul dengan sahabat-sahabatnya.

Sedangkan, Nakagami mengunjungi berbagai tempat di Jepang dan menjalankan tanggung jawab terhadap sponsor Idemitsu.

Seiring dengan mulai kendurnya pembatasan perjalanan, diharapkan para pembalap bisa lebih mudah bertemu keluarga dan sahabat sehingga kondisi psikologis jauh lebih baik.

Related posts