Casey Stoner: Makin Baik Akhir Pekan Saya, Makin Saya Ingin Mati

Casey Stoner membuat pengakuan mengejutkan tentang gangguan kecemasan yang dialami saat masih aktif jadi pembalap MotoGP.

Pembalap Australia tersebut rupanya sangat pandai menyembunyikan problem psikologis dari pandangan publik. Dalam kurun waktu enam tahun tampil di level premier, ia dikenal dengan totalitas, kecakapan dan daya juang tinggi.

Stoner terus dielu-elukan setelah membawa pulang trofi juara dunia MotoGP perdana untuk Ducati pada 2007, lalu titel untuk Repsol Honda empat tahun berikutnya.

Total pria 36 tahun tersebut mengoleksi 69 podium, di antaranya 38 kemenangan dari MotoGP.

Pada akhir musim 2012, ia membuat keputusan mengagetkan. Stoner memilih pensiun saat masih berada di puncak karier.

Dalam podcast Gypsy Tales, ia mengungkap alasannya menutup karier di usia relatif muda, 27 tahun. Ia merasa depresi dan terus berjuang melawan gangguan kecemasan yang tidak terdeteksi.

Seandainya problem tersebut diketahui sejak awal, Stoner menyatakan akan lebih mudah untuk diatasi dengan bantuan profesional.

“Saya baru-baru ini didiagnosa mengalami gangguan kecemasan, yang mana dulu, saya tidak mengetahuinya. Sejujurnya, saya kira itu hanya sesuatu yang dibuat-buat orang…istilah lain untuk stres. Semua orang mengalami stres,” ia mengungkapkan.

“Meski punggung saya terkunci dari kegelisahan saya. Di antara tulang belikat, saya bisa merasakan itu hadir sekarang, ketika saya berada dalam situasi dan itu terasa tidak nyaman.

“Akan lebih mudah dalam karier saya jika saya tahu tentang itu dan mungkin dapat mengelola keadaan dengan sedikit lebih baik. Saya mendapat stigma buruk karena sedikit tertutup dari orang-orang dan media, karena saya tidak nyaman melakukannya. Kerumunan, saya tidak pernah nyaman dengan itu.”

Tekanan sangat besar dirasakannya selama dua tahun terakhir dalam kariernya. Balapan seolah jadi momok yang ditakuti.

“Kemudian, pada hari balapan…selama bertahun-tahun, hingga dua tahun terakhir berlaga di MotoGP, makin baik akhir pekan saya, makin saya ingin mati,” katanya.

“Saya akan meringkuk di lantai motorhome, sakit seperti seekor anjing, perut tegang. Saya tidak mau balapan. Saya tidak bisa merasa lebih buruk, sangat cemas.

“Saya merasakan tekanan dari tim, dari semua yang pernah membantu, semuanya. Anda mendapat tim yang terdiri dari 70 orang dan ketika Anda jadi pembalap nomor satu, dan semua orang mengharapkan Anda menang setiap akhir pekan, perasaan itu terus berkembang dalam diri.

“Saya hanya menyadarinya setelah pensiun, kenapa saya sangat bermasalah dengan itu. Kemudian, saya mendapat mantra yang membantu saya dalam beberapa tahun terakhir, yang mana, Anda hanya bisa melakukan apa yang bisa dilakukan dan Anda tidak bisa melakukan lebih dari itu.”

Ayah dua putri tersebut juga bergulat dengan sindrom kelelahan kronis yang membuatnya harus menepi dalam tiga balapan pada 2009. Sindrom itu terus menghantui hingga Stoner pensiun. Ia yakin problem tersebut juga memengaruhi kesehatannya yang kurang baik sekarang.

“Saya kira sedikit alasan kenapa tubuh saya tidak bisa mengatasinya sekarang, kami belum tahu apa penyebabnya. Jadi saya tidak bisa duduk di sini dan mengatakan ini yang terjadi. Namun, saya yakin sebagian besar tubuh saya bermasalah,” ucapnya.

“Saya sangat andal dalam mematikan semuanya. Tak masalah seberapa buruk atau seberapa gugup atau seberapa tahan saya, saya sangat piawai mengatakan kepada diri sendiri untuk menelannya dan berdamai dengan itu.”

Related posts