Jakarta (BabatPost.com) – Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla meminta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk tidak menyamaratakan anggapan bahwa semua pondok pesantren terafiliasi dengan jaringan terorisme.
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 itu meminta BNPT segera mengambil tindakan apabila menemukan pondok pesantren yang terbukti terpapar paham radikal dan terorisme.
“Ya tentu kalau ada buktinya, silakan (BNPT) ambil tindakan. Jangan kemudian hanya mengeluarkan isu, lalu semua pondok pesantren seperti dicurigai semuanya,” kata JK usai menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Keadilan Sejahtera (PKS), di Hotel Bidakara Jakarta, Senin.
Terhadap ratusan pondok pesantren yang diduga terpapar paham radikal dan terorisme, JK meminta BNPT memanggil satu per satu lembaga pendidikan Islam tersebut untuk dilakukan investigasi.
Apabila terdapat bukti kuat terkait dugaan afiliasi paham radikal di pondok pesantren tersebut, JK mengimbau BNPT membuka data itu.
“Ya perlu (terbuka), kalau memang ada bukti (terafiliasi terorisme) itu; tapi harus yakin dan ada buktinya,” ujarnya lagi.
Data tentang 198 pondok pesantren yang diduga terafiliasi dengan jaringan terorisme tersebut diungkapkan oleh Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR, di Jakarta, Selasa (25/1).
Sementara itu, Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid dalam keterangannya, Minggu (30/1), mengatakan data tersebut merupakan bentuk peringatan bagi seluruh pemangku kepentingan untuk meningkatkan kewaspadaan.
“Tentu hal ini perlu dijernihkan agar masyarakat tidak terbawa narasi yang selalu mem-framing berbagai kebijakan untuk meningkatkan deteksi dini dan kewaspadaan dalam pengertian yang negatif,” kata Ahmad.
Data BNPT yang diungkap Boy Rafli Amar dalam RDP dengan DPR tersebut juga bukan merupakan generalisasi BNPT terhadap semua pondok pesantren, katanya pula.
“Sangat tidak benar dan tidak beralasan adanya narasi tuduhan terhadap BNPT yang seolah-olah menggeneralisasi dan memberikan stigma negatif terhadap pondok pesantren yang ada di Indonesia; apalagi menuduh data tersebut sebagai bagian dari bentuk Islamofobia,” ujarnya pula.