Anggota DPR minta BNPT tingkatkan kewaspadaan cegah radikalisme

Lebih dari 100 pesantren di Indonesia yang terafiliasi teroris.

Jakarta (BabatPost.com) – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni meminta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) meningkatkan kewaspadaan dalam upaya mencegah meningkatnya paham radikal.

Read More

Ahmad Sahroni menilai kemajuan teknologi informasi saat ini memang membuat konten-konten radikalisme makin merajalela sehingga BNPT harus terus meningkatkan kewaspadaan sambil melakukan program pencegahan.

Berita Terkait :  Lutfil Hakim nahkodai PWI Jatim 2021-2026

“Angka yang disampaikan BNPT cukup mengkhawatirkan karena menunjukkan makin berkembang pesatnya radikalisme melalui media sosial,” kata Sahroni dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Sahroni mengatakan hal itu terkait dengan pernyataan Kepala BNPT Komjen Pol. Boy Rafli Amar menyatakan sepanjang tahun 2021, institusinya telah mencatat 600 akun media sosial yang berpotensi menyebarkan paham radikal.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 409 akun berisi konten informasi serangan, 147 konten anti-NKRI, tujuh konten intoleran, dan dua konten atau akun lain terkait dengan paham takfiri.

Berita Terkait :  Ada Yang Aneh, Bachtiar Nasir Tak Penuhi Panggilan Bareskrim

Terkait dengan data BNPT tersebut, Sahroni meminta BNPT agar terus meningkatkan pencegahan, pemantauan, dan penindakan terhadap akun-akun yang mengancam stabilitas negara.

Selain itu, dia juga menyoroti tentang temuan BNPT lainnya yang menyebut bahwa ada lebih dari 100 pesantren di Indonesia yang terafiliasi teroris.

Menurut dia, temuan tersebut harus menjadi perhatian, terutama mengingat para santri di pesantren masih berusia muda.

“BNPT juga perlu fokus dalam pencegahan paham radikal di pesantren karena lembaga itu diisi anak muda. Jangan sampai mereka niatnya mau menuntut ilmu, ujungnya malah terpapar teroris,” ujarnya.

Berita Terkait :  Tahun Monyet Api, Indonesia bakal diserang bencana berikut ini

Oleh karena itu, Sahroni mendorong BNPT untuk bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan untuk mencegah pemahaman radikal pada anak muda apa pun medianya, baik lewat sosial media maupun pesantren.

Related posts