“Secara prinsip saya setuju bahwa penetapan tanggal pemungutan suara Pemilu 2024 harus dihindarkan dari potensi politisasi SARA. Politisasi identitas dan SARA di dalam masyarakat heterogen akan merusak kedamaian dan ketentraman masyarakat,” kata Luqman di Jakarta, Minggu.
Hal itu dikatakannya terkait usulan KPU yang akan melaksanakan pemungutan suara Pemilu 2024 tanggal 21 Februari 2024. Beberapa pihak menilai tanggal tersebut dipersepsikan dengan 212.
Luqman mengingatkan, dalam sejarah politik Indonesia, politisasi identitas dan SARA terbukti pernah mengancam keutuhan NKRI dalam kurun waktu 1945-1965.
Menurut dia, dalam salah satu rapat Tim Kerja Bersama yang terdiri dari Komisi II, Kemendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP pada Juni 2021, pernah menyepakati tanggal 28 Februari 2024 sebagai hari pemungutan suara Pemilu 2024.
“Kesepakatan ini harus diubah karena ternyata 28 Februari 2024 bertepatan dengan Hari Raya Galungan yang diperingati umat Hindu. PKB setuju dengan perubahan itu, karena bagi PKB tanggal coblosan pemilu tidak boleh berbarengan dengan hari besar keagamaan,” ujarnya.
Dia menjelaskan, bagi PKB, pemungutan suara Pemilu 2024 idealnya dilakukan di antara bulan Januari-Maret 2024.
Menurut dia, pertimbangan utamanya adalah agar terdapat jarak waktu yang cukup antara pemilu dan pilkada serentak yang akan digelar pada November 2024.
“Karena itu, jika KPU menetapkan hari pemungutan suara Pemilu 2024 dilaksanakan pada bulan Januari atau Februari atau Maret 2024 akan ideal,” katanya.
Oleh karena itu, Luqman mempercayakan kepada KPU dalam penentuan jadwal pemungutan suara namun yang terpenting dilaksanakan di bulan Januari-Maret 2024.
Dia berharap, tanggal pemungutan suara Pemilu 2024 dapat diputuskan KPU setelah mendapat saran dan pertimbangan konsultatif dari DPR dan pemerintah di dalam Raker Komisi II DPR RI bersama KPU, Kemendagri, Bawaslu dan DKPP pekan depan.