Bukan Zamannya Lagi Malu Melakukan Naturalisasi
Pekan depan dokumen dua di antara empat pemain yang ditargetkan untuk dinaturalisasi disetorkan ke Presiden Joko Widodo. Asal sesuai dengan kebutuhan timnas, naturalisasi adalah sesuatu yang wajar.
—
TAWARAN sebenarnya tidak hanya datang dari Indonesia. Republik Irlandia juga membuka pintu bagi Sandy Walsh untuk menjadi pemegang paspor mereka.
Tapi, bek kanan yang kini membela klub Belgia KV Mechelen itu menolak. Pesepak bola kelahiran Belanda 26 tahun lalu itu kukuh memilih Indonesia.
”Dia memegang teguh omongan kakeknya bahwa suatu hari kamu harus beri sesuatu kepada Indonesia,” kata Hasani Abdulgani, anggota Komite Eksekutif PSSI yang bertugas memburu pemain naturalisasi.
Darah Indonesia Walsh memang mengalir dari sang kakek. ”Kakeknya orang Surabaya, Bonek. Semasa kecil Sandy sangat dekat dengan kakeknya,” tutur Hasani kepada Jawa Pos tentang mantan pemain tim nasional (timnas) U-14 Belanda itu.
Walsh adalah satu di antara empat pemain naturalisasi yang dipilih pelatih timnas Shin Tae-yong (STY). Tiga lainnya adalah Jordi Amat (KAS Eupen) dan Mees Hilgers (Twente) yang sama-sama berposisi bek tengah serta Ragnar Oratmangoen (Go Ahead Eagles) yang beroperasi sebagai penyerang sayap kanan.
Naturalisasi marak dilakukan Indonesia dalam satu dekade terakhir. Cristian Gonzales yang menjadi bintang di Piala AFF 2010 dan Stefano Lilipaly, pilihan utama di Piala AFF 2016, adalah contoh-contohnya. Contoh lainnya, Marc Klok, Ilija Spasojevic, dan Otavio Dutra yang semuanya sekarang bermain di Liga 1.
Tapi, perburuan pemain naturalisasi di era PSSI yang sekarang menetapkan satu garis demarkasi: harus punya darah Indonesia. Keempatnya juga masih muda atau masih berada dalam usia emas. Hanya Amat yang 29 tahun. Hilgers dan Oratmangoen masing-masing 20 dan 24 tahun. Sedangkan Walsh 26 tahun.
Empat pemain tersebut memenuhi syarat keturunan Indonesia. Tapi, di antara keempatnya, baru Walsh dan Amat yang dokumennya hampir lengkap.
”Saya tanya ke tim legal lagi dirapikan katanya. Kalau ada kurang akan beri tahu. Tapi, sejauh ini tidak ada, berarti aman,” ujarnya.
Jika aman, pekan depan dokumen dua pemain itu akan langsung dikirimkan ke Kementerian Pemuda dan Olahraga. Lantas dilanjutkan ke Presiden Joko Widodo. ”Dari presiden baru nanti minta persetujuan DPR,” terangnya.
Hasani tidak bisa memastikan apakah dua pemain keturunan itu bisa dimainkan dalam FIFA matchday saat tim nasional (timnas) Indonesia melawan Timor Leste pada 27 dan 30 Januari mendatang. Yang jelas, saat ini naturalisasi Jordi dan Walsh masih diproses. ”Saya pribadi mau secepatnya,” katanya ketika dihubungi Jawa Pos kemarin (21/1).
Untuk dua pemain keturunan lain, Mees Hilgers (Twente FC/Belanda) dan Ragnar Oratmangoen (Go Ahead Eagles/Belanda), dokumennya belum ada. Namun, dia menegaskan secara lisan Hilgers dan Oratmangoen mau dinaturalisasi.
Sementara itu, keinginan STY untuk menaturalisasi empat pemain keturunan tersebut mendapat dukungan dari mantan pelatih tim nasional Indonesia yang terakhir menukangi Sriwijaya FC Palembang, Nil Maizar. ”Kalau STY memerlukan naturalisasi untuk meningkatkan performa timnas, ya harus diikuti,” ucap mantan pelatih Persela Lamongan itu kepada Jawa Pos kemarin.
Senada dengan Nil, Manajer Persis Solo Jacksen F. Tiago juga tidak menolak naturalisasi. Menurut Jacksen, naturalisasi adalah hal biasa. Apalagi, pemain yang pindah kewarganegaraan itu masih memiliki garis keturunan Indonesia.
”Negara seperti Inggris, Prancis, Jerman, dan Italia yang sudah jadi juara dunia saja menggunakan jasa pemain naturalisasi. Jadi, naturalisasi bukan sesuatu yang memalukan,” kata pelatih asal Brasil tersebut.