“Fraksi PKS ingin agar ketiganya diatur dalam UU khusus sebagai satu kesatuan yang saling terkait dan saling menguatkan. Tanpa pengaturan komprehensif maka perlindungan terhadap korban menjadi tidak kuat, tidak utuh, atau parsial,” kata Jazuli dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Dia menegaskan bahwa sikap Fraksi PKS yang menolak segala bentuk kejahatan seksual sehingga perlu diberikan pemberatan hukuman.
Menurut dia, kejahatan seksual meliputi kekerasan seksual, seks bebas, dan seks menyimpang yang jelas bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, norma agama, dan adat ketimuran.
“Ketiganya merusak tatanan keluarga bahkan peradaban bangsa. Untuk itu, ketiganya harus diatur secara bersamaan dalam sebuah UU yang komprehensif tentang tindak pidana kesusilaan atau tindak pidana kejahatan seksual,” ujarnya.
Dia mengatakan faktanya kekerasan seksual, seks bebas, dan seks menyimpang semuanya menghasilkan korban dan korbannya adalah anak-anak, remaja, perempuan, orang tua, dan keluarga Indonesia.
Jazuli mengatakan dalam banyak kasus mereka yang terlibat seks bebas dan seks menyimpang sering mengalami kekerasan seksual berupa pelecehan seksual, eksploitasi seksual, hingga pemaksaan aborsi akibat hubungan di luar nikah.
Sebagaimana data-data pengaduan kekerasan seksual di luar perkawinan yang diterima dan dipaparkan Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak, Komnas Perempuan, Pusat Advokasi PKS, dan lembaga-lembaga advokasi kekerasan seksual lainnya.
“Yang sangat menyedihkan kasus-kasus seks bebas, seks menyimpang, dan kekerasan seksual akibat perilaku tersebut semakin marak dan meningkat grafiknya dari tahun ke tahun,” katanya.
Karena itu menurut dia, Fraksi PKS berpendapat jangan pisahkan tindak pidana kekerasan seksual seolah-olah berdiri sendiri karena harus diatur komprehensif dengan tindak pidana kesusilaan lainnya, seperti seks bebas dan seks menyimpang agar pencegahan dan perlindungan terhadap korban bisa berlaku efektif dan maksimal.
Dia menyesalkan RUU TPKS tidak mengakomodir usulan pengaturan yang komprehensif tersebut sehingga bukannya memperkuat upaya penghapusan kekerasan seksual dan perlindungan korban tetapi justru menimbulkan bias tafsir karena seks bebas dan menyimpang tidak dikenai sanksi pidana.
“Hal itu mengakibatkan upaya penghapusan terhadap segala bentuk kejahatan seksual dipastikan tidak akan efektif,” ujarnya.
Menurut dia, adanya keprihatinan dan kekhawatiran itu sehingga dengan berat hati Fraksi PKS menolak RUU TPKS semata-mata agar RUU ini dikonstruksikan kembali untuk menghapuskan segala bentuk kejahatan seksual yang merusak dan menghancurkan sendi-sendi kehidupan bangsa.