“Fraksi PKS menyatakan dukungan agar RUU itu dapat segera ditetapkan menjadi RUU inisiatif DPR,” kata Adang dalam Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021–2022 DPR RI di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.
Adang menjelaskan permintaan itu berdasarkan aspirasi masyarakat dalam reses yang dilaksanakan beberapa waktu lalu.
Pertimbangan lainnya, kata Adang, RUU itu telah diajukan sejak tahun 2004 dan sudah melewati tiga periode masa keanggotaan DPR. RUU PPRT juga masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2022 di nomor urut 16.
“RUU ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada PRT dan pemberi kerja,” kata Adang.
Hal senada disampaikan Anggota DPR RI Luluk Nur Hamidah yang menegaskan RUU PPRT dan RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) merupakan amanat dari Muktamar Ke-34 NU di Lampung.
Luluk menegaskan sebagai warga Nahdliyin, dirinya mendapatkan mandat sebagai anggota DPR untuk memberikan dukungan, dorongan, moral, dan politik sekaligus dukungan pengesahan atas RUU TPKS dan RUU PPRT.
“Dua undang-undang ini merupakan upaya dan ikhtiar untuk memanusiakan manusia, sekaligus memanusiakan para korban,” kata Luluk.
Luluk menjelaskan korban kekerasan seksual banyak dialami para pekerja rumah tangga (PRT). Sebanyak 4,2 juta PRT yang menghidupi 10 juta warga lainnya sangat rentan dengan kekerasan.
Dia mengatakan RUU PPRT saat ini tinggal menunggu pengesahan rapat paripurna menjadi RUU inisiatif DPR.
“Tinggal satu langkah kecil lagi, kita memberikan kepastian kepada mereka yang rentan. Itu merupakan kewajiban keagamaan bagi kita semua,” jelas Luluk.
RUU PPRT, kata Luluk, menjadi bagian dari perlindungan pekerja migran Indonesia yang jumlahnya jutaan dan saat ini bekerja di luar negeri.