“Kita tidak bisa mengetahui bagaimana kondisi nanti saat Pemilu dan Pilkada Serentak 2024. Apakah masih tetap pandemi atau sudah keluar dari kondisi pandemi? Tentu saja berbagai manajemen isu, manajemen krisis, dan manajemen risiko harus menjadi pertimbangan,” kata Neni.
Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika memberi paparan materi dalam seminar bertajuk “Menyoal Seleksi Penyelenggaraan Pemilu: Prospek dan Tantangan Fit and Proper Test di DPR” yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube PUSaKO FHUA dan dipantau dari Jakarta, Minggu.
Neni mengingatkan bahwa para anggota KPU dan Bawaslu yang akan terlibat pada Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 harus mampu meminimalisir berbagai risiko yang mungkin terjadi. Tidak hanya untuk mengantisipasi pandemi COVID-19 yang mungkin masih melanda Indonesia ketika pemilihan berlangsung, tetapi juga untuk mengantisipasi tahapan pemilihan serentak yang akan sangat mungkin berbenturan antara tahapan Pemilu 2024 dan Pilkada Serentak 2024.
“Dengan tidak berubahnya Undang-Undang Pemilu dan Pilkada yang kita tahu ada banyak irisan tahapan, maka kemudian akan sangat mungkin berbenturan. Karena itu, harus pandai manajemen isu, manajemen krisis, dan manajemen risikonya,” ucap dia.
Berdasarkan pemantauan yang ia lakukan terhadap tes wawancara melalui siaran langsung di YouTube sejak tanggal 26-30 Desember 2021, Neni menilai bahwa calon komisioner KPU dan Bawaslu kurang menunjukkan kemampuan mereka dalam melakukan manajemen isu, krisis, dan risiko.
Wawancara tersebut, menurut Neni, lebih menunjukkan kemampuan calon komisioner KPU dan Bawaslu dalam menyampaikan gagasan, inovasi, dan kreativitas.
“Tidak bisa sewenang-wenang ketika mengusung seperti apa inovasi dan kreativitasnya. Seperti apa estimasi anggarannya? Ini harus dihitung secara konkrit dan matang,” kata Neni.