“Kami berharap RUU TPKS segera disahkan untuk memberikan kepastian hukum terhadap para korban kekerasan seksual dan dapat mencegah terjadinya kekerasan seksual,” kata Penjabat (Pj) Ketua Umum PB HMI Romadhon Jasn dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
Dia menegaskan kekerasan seksual merupakan perbuatan yang keji dan tidak dapat ditoleransi, sehingga dibutuhkan solusi berupa payung hukum yang dapat memberikan sanksi pidana.
“RUU itu dapat mencegah terjadinya pelecehan seksual serta memberikan perlindungan hukum terhadap para korban,” kata Romadhon.
Romadhon juga menyoroti Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbud Ristek) No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi, yang dianggap tidak memberikan efek jera terhadap pelaku kekerasan seksual.
“Permendikbud No. 30 Tahun 2021 tentang PPKS di perguruan tinggi tidak memuat sanksi pidana,” ujarnya.
Kata dia, kekerasan seksual bukanlah perbuatan yang dapat ditoleransi karena berdampak besar untuk para korban, baik secara fisik maupun psikologis.
“RUU TPKS biasa menjadi solusi karena mendukung sanksi pidana, sementara Permendikbud tidak sama sekali,” kata Romadhon menegaskan.
Romadhon menjelaskan, berdasarkan pasal 15 UU No.12 Tahun 2011 sebagaimana diperbaharui oleh UU No.15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan bahwa peraturan yang memuat sanksi pidana itu hanya undang-undang, perda provinsi dan perda wali kota atau bupati.
“Bagaimana peraturan menteri ini bisa melakukan pencegahan terhadap pelaku kekerasan seksual di perguruan tinggi, kalau tidak bisa memberikan sanksi pidana. Ini tidak memberikan dampak efek jera,” kata Romadhon.