“Inisiatif baik berbagai sistem teknologi informasi (TI) yang sudah ada perlu dilanjutkan dan diperkuat (sustainability) dengan peningkatan derajat keterbukaan, transparansi, dan akuntabilitasnya,” kata Titi kepada BabatPost.com di Semarang di sela-sela Peluncuran dan Bedah Buku Pilkada PSHK UII via YouTube, Selasa.
Dalam acara yang diselenggarakan Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, disampaikan pula rekomendasi Perludem untuk calon penyelenggara pemilu.
Dalam rekomendasi bertajuk Sinergisitas untuk Pemilu Berintegritas dan Manusiawi, Perludem memandang perlu mempertahankan Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi) dengan upaya serius mendorong digitalisasi sertifikasi hasil penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS).
Selain itu, menata efektivitas bimbingan teknis (bimtek) dan redistribusi beban petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS), panitia pemilihan kecamatan (PPK), dan pengawas lapangan.
Disebutkan pula dalam rekomendasi itu bahwa keterbukaan perlu diperkuat, termasuk akses pada rekam jejak calon anggota legislatif (caleg). Namun, kata Titi, bukan menutup, melainkan melindungi data.
Di samping itu, road map (peta jalan) strategi komunikasi penjangkauan publik yang efektif dalam melawan disinformasi, fitnah, dan hoaks pemilu.
Rekomendasi itu juga menyebutkan bahwa penyelenggara pemilu harus mampu mencitrakan dirinya sebagai figur imparsial, kompeten, dan inklusif. Hal ini, kata Titi, harus dijaga maksimal sejak seleksi calon penyelenggara pemilu berlangsung.
“Perlu pula perhatian optimal untuk mengatasi kesenjangan pengelolaan pemilu di daerah Indonesia timur, tertinggal, terdepan, dan terluar,” kata Titi yang pernah terpilih sebagai Duta Demokrasi mewakili Indonesia dalam International Institute for Electoral Assistance (International IDEA).
Isi rekomendasi berikutnya terkait dengan mekanisme tripartit antarpenyelenggara pemilu perlu dikelola baik. Penyamaan persepsi dalam pembentukan peraturan teknis dan patuh pada mekanisme prosedural yang ada, tanpa harus mencederai kemandirian masing-masing lembaga dalam melaksanakan kewenangannya.
“Kembali ke khitah tupoksi kelembagaan, yakni pelaksana, pengawas, dan penyelesaian sengketa, serta penegak etik,” kata Titi yang pernah yang pernah sebagai Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Selain itu, lanjut dia, mengubah paradigma pengawasan dari berorientasi pada “waskat penyelenggara” ke pengawasan untuk pemilu bebas dan adil.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya, menurut Titi, pengawasan internal mesti dirancang maksimal sebagai prevensi untuk lindungi muruah kelembagaan penyelenggara pemilu yang merupakan aktor utama dalam wujudkan pemilu yang bebas dan adil.