Pasar di Amerika Tak Lagi Menarik bagi Pabrikan Motor

Tiga pembalap Amerika Serikat akan turun di Kejuaraan Dunia Moto2. Namun, legenda MotoGP Kevin Schwantz pesimistis dengan perkembangan pembalap muda di negaranya.

Setelah absen setahun akibat pandemi Covid-19, Kejuaraan Dunia Balap Motor kembali ke Amerika Serikat (AS) pada 2021 lalu. Di kelas premier, MotoGP, Marc Marquez (Repsol Honda) mengukuhkan diri sebagai penguasa Circuit of The Americas (COTA) Austin, Texas.

Pembalap asal Spanyol itu menambah koleksi kemenangan kelas MotoGP di COTA menjadi tujuh, yakni 2013, 2014, 2015, 2016, 2017, 2018, dan 2021.

Sayangnya, tuan rumah tidak memiliki andalan di kelas utama. Pembalap asal AS musim lalu di Kejuaraan Dunia Balap Motor hanyalah di kelas Moto2, Cameron Beaubier dan Joe Roberts (kiri dan kanan foto utama).

Mulai Moto2 2022, AS akan memiliki satu pembalap lain, yakni Sean Dylan Kelly. Bersama Beaubier, Kelly akan memperkuat Tim American Racing. Adapun Roberts akan turun dengan bendera Italtrans Racing Team.

Meskipun sudah memiliki tiga pembalap di kelas menengah untuk musim depan, hal itu belum juga memuaskan legenda MotoGP asal Negeri Paman Sam, Kevin Schwantz.

Pria asal Texas, 57 tahun, itu merupakan juara dunia 500cc, kelas utama Kejuaraan Dunia Balap Motor sebelum 2002. Schwantz menjadi kampiun kelas premier sebelum kemudian diikuti Kenny Roberts Jr (500cc 2001) dan mendiang Nicky Hayden (MotoGP 2006).

Setelah Hayden, tidak ada lagi pembalap asal AS yang mampu menjuarai kelas utama. Ironisnya, penampilan Hayden pada MotoGP 2016 menggantikan Dani Pedrosa (Repsol Honda) yang cedera, menjadikannya pembalap AS terakhir di kelas utama.

Pada 2016 itulah untuk kali pertama sejak 1975, tidak ada pembalap AS di grid kelas tertinggi Kejuaraan Dunia Balap Motor.    

“Pasar Amerika tidak lagi menarik. Seluruh kejuaraan nasional di negara kami yatim piatu,” tutur Schwantz, yang aktif turun di kelas 500cc antara 1986 sampai 1995 tersebut.

“Tida seperti di Eropa, di negara kami tidak ada kejuaraan untuk anak-anak. Kami bahkan tidak memiliki sepeda motor yang pas untuk berlatih. Juga tidak ada pabrikan yang secara resmi terlibat untuk turun di kejuaraan superbike di negara kami.”

Pembalap yang sebelum turun di Grand Prix lebih dulu matang di AMA Superbike itu menjelaskan, pada awalnya ia didukung resmi Yoshimura Suzuki Superbike pada 1987. Schwantz akhirnya mampu merebut gelar kelas 500cc enam tahun kemudian.

“Semua bisa terjadi karena ketika itu Suzuki mampu menjual GSX-R seharga 75.000 dolar AS di negara kami setiap tahunnya. Kini, hal tersebut tidak ada lagi,” ucap pemenang 25 Grand Prix, 51 podium, dan 29 pole position dalam 105 start kelas 500cc tersebut.

“Saat ini, pembalap AS yang ingin turun di balap motor praktis hanya mengandalkan uang dari orangtua yang kaya raya atau menunggu keajaiban dari sponsor untuk membuat lompatan besar ke Kejuaraan Dunia Balap Motor.”

Kondisi di AS tersebut akhirnya bisa dilihat dari performa Roberts dan Beaubier di Moto2 musim lalu. Roberts hanya finis di P13 klasemen akhir sedangkan Beaubier yang berstatus rookie dua tingkat di bawahnya. Keduanya juga tidak mampu finis di podium dari 18 putaran Moto2 2021.

Peluang untuk turun di MotoGP bagi pembalap asal AS sempat terbuka dari World Superbike (WSBK). Garrett Gerloff yang turun untuk tim satelit Yamaha di WSBK, sempat sekali turun di MotoGP 2021 menggantikan Franco Morbidelli (Petronas Yamaha SRT) yang cedera.

Kendati musim depan masih memperkuat GRT Yamaha WorldSBK Team di WSBK, harapan Gerloff bisa turun di MotoGP mewakili AS tetap terbuka. Usianya masih 26 tahun dan performanya di WSBK juga tidak terlalu buruk, finis P7 klasemen akhir dengan 228 poin.

 

Related posts