Davide Brivio, salah satu sosok penting dalam manuver Yamaha memboyong Valentino Rossi dari Honda pada 2004, mengisahkan kembali kepada Motorsport.com momen tidak terlupakan dari apa yang dianggap sebagai perekrutan bersejarah tersebut.
Davide Brivio, yang setelah meninggalkan Suzuki pada akhir musim 2020 menjabat sebagai racing director tim Formula 1 Alpine tahun ini, tiba di MotoGP tahun 2002 silam dengan bekal pengalaman panjang di World Superbike (WSBK).
Yamaha mengangkatnya sebagai manajer tim MotoGP. Setahun kemudian, Brivio dan Lin Jarvis, yang sudah menjadi direktur pabrikan garpu tala, mengatur strategi untuk melancarkan ‘pergerakan senyap’ paling terkenal sepanjang masa.
Akhir musim 2003 Yamaha mengendus peluang. Valentino Rossi telah jadi bintang utama Honda selama tiga tahun. Tetapi kondisi nyaman dan minim persaingan dari pabrikan lain membuat The Doctor dinilai bisa sukses berkat motor bukan skill.
Ada pandangan ketika itu bahwa semua pembalap bisa menang selama mengendarai NSR (era 2 tak) dan RC211V (era MotoGP). Ini bisa dibuktikan secara matematis. Dalam 11 musim antara 1993-2003, Honda memenangi 117 balapan sementara Yamaha hanya 24 kali atau hampir lima kali lipat.
Hal tersebut dijadikan acuan Brivio dan Jarvis dan membujuk Rossi untuk mengambil tantangan terbesar dalam kariernya. Ceritanya mungkin tampak sederhana dibandingkan kenyataannya, terutama saat The Doctor berkesempatan bicara empat mata dengan salah satu arsitek operasi klandestin itu.
Dan di atas semua itu, bahkan di dalam tubuh Yamaha ada orang-orang yang ragu perekrutan Rossi bisa diwujudkan karena pertimbangan yang mungkin muncul apabila segala sesuatunya tidak sesuai rencana.
“Awalnya, Yamaha tidak mau mengontrak Rossi sebab ada pandangan bahwa jika dia menang itu hanya berkat kemampuannya. Dan bila dia tidak menang, fokus kesalahan ada pada motornya,” kata Brivio kepada Motorsport.com.
“Yang mengubah pemikiran itu adalah Masao Furusawa, yang pada 2003 (per Juni) jadi pemimpin proyek. Dia yang meyakinkan presiden Yamaha bahwa Valentino harus didatangkan bagaimanapun caranya.
“Bersama-sama kami meyakinkan manajemen bahwa untuk menang, sangat penting memiliki pembalap top. Honda menang, ya, tetapi mereka menang dengan pembalap terbaik: (Mick) Doohan dan Rossi,” kata Brivio yang masih tetap bungkam soal kemungkinan kembali ke MotoGP, bersama Suzuki.
Yamaha membutuhkan waktu kurang dari satu tahun untuk dapat meyelesaikan semua detail yang akan membawa pemilik nomor ikonik #46 tersebut bergabung ke pabrikan yang berbasis di Iwata pada 2004.
Karena pentingnya tujuan yang ingin dicapai begitu brutal sehingga pertemuan antara Valentino Rossi dan Yamaha harus rahasia. Di atas segalanya, karena Honda beberapa kali mengajukan perpanjangan kontrak.
Salah satu strategi yang juga didiskusikan dengan Yamaha adalah bagaimana seharusnya The Doctor, saat itu berusia 24 tahun, bersikap dan memberi kesempatan kepada pabrikan berlogo sayap emas tersebut.
“Selama Kejuaraan Dunia 2003 kami bertemu Vale (Rossi) hampir di setiap akhir pekan balapan, untuk membicarakan banyak hal. Tentang pembentukan tim, mekanik mana yang mau dia ambil, bagaimana menghadapi tes dan sebagainya,” Brivio mengungkapkan.
“Masalahnya adalah di mana kami bertemu, karena (jika) di paddock Anda terlihat oleh semua orang dan di hotel semua tim bercampur jadi satu,” kata pria asal Italia itu, yang tidak akan pernah melupakan dua momen unik dalam operasi klandestin tersebut.
“Salah satu episode paling aneh adalah yang terjadi di Clinica Mobile di Brno (Ceko). Kami bertemu di sana setelah jam 10 malam, saat semua fisioterapi dan dokter sudah pergi. Kami membuka ritsleting tenda, pergi ke dalam dan duduk mengelilingi meja. Tiba-tiba kami dengar sebuah sepeda motor mendekat. Saya dan Lin bersembunyi di bawah meja,” ia menambahkan.
Ketika saatnya tiba untuk bernegosiasi, Gibo Badioli, yang kala itu menjadi agen Rossi, bertindak terlalu jauh dan kemudian mundur. “Dari segi ekonomi, tuntutan Badioli awalnya tidak proporsional,” kata Brivio.
“Namun kemudian kami berhasil mencapai kesepakatan. Dan saya pikir nanti, dengan apa yang berhasil dijual Yamaha, mereka bisa mengembalikan investasi itu dengan lebih baik.” Brivio juga mengingat tengah malam itu ketika Rossi pertama kalinya melihat motor yang dalam beberapa bulan akan dikendarainya.
“Setelah kami berjabat tangan, tiba saatnya Vale ingin melihat motornya. Itu terjadi di Sirkuit Donington Park (Inggris). Kami menunggu sampai dini hari, karena kami ingin memastikan paddock bersih. Dia datang dengan hoodie sehingga tidak ada yang akan mengenalinya.”