DPD janjikan dorong realisasi pembangunan docking kapal rakyat Jatim

Surabaya (BabatPost.com) – Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti berjanji mendorong realisasi pembangunan fasilitas docking kapal rakyat di Jawa Timur kepada gubernur, karena sangat mendesak dan sudah ada pergub serta perpresnya.
Read More

“Ini karena sangat mendesak dan sudah ada pergub serta perpresnya,” kata LaNyalla saat ditemui Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Pengusaha Pelayaran Rakyat Indonesia (DPD Pelra) Jawa Timur dan Bali, di masa resesnya di Surabaya, Jumat.

LaNyalla mengatakan akan selalu berupaya membantu untuk menyuarakan dan DPD RI konsisten dalam membantu masyarakat nelayan untuk mendapatkan fasilitas yang bisa membantu meningkatkan kesejahteraan mereka.

“Kami berusaha membantu, termasuk DPD yang saat ini mendorong pengesahan RUU Daerah Kepulauan yang sudah masuk Prolegnas. Ini akan membantu masyarakat pesisir,” kata LaNyalla.

Sementara dalam kesempatan itu, Sekretaris DPD Pelra Jatim dan Bali Abdul Majid Massiara mengatakan saat ini jumlah kapal rakyat di Jatim mencapai sekitar 2.500 unit. Setiap tahun, kapal tersebut diharuskan untuk melakukan docking atau perbaikan.

Selain untuk memastikan keselamatan kapal, kewajiban docking juga untuk mendapatkan izin layar dari Syahbandar. Namun, jumlah perusahaan docking yang bisa dimanfaatkan hanya 3 unit perusahaan saja, yaitu di PT Adiluhung, PT PMS dan PT Tomas.

“Akibatnya, daftar tunggu docking menjadi sangat lama, mencapai 3 bulan dengan jumlah ratusan kapal yang ingin melakukan perbaikan. Selain itu, harga akhirnya sangat mahal. Untuk kapal berbobot 250 GT misalnya, mencapai Rp150 juta per unit dan untuk kapal dengan bobot 450 GT menjapai Rp300 juta per unit,” kata Majid.

Ia mengaku, sebenarnya Pelra Jatim sudah beberapa kali mengirim surat ke Gubernur Jawa Timur untuk membangun fasilitas tersebut di lahan milik pemerintah di Pelabuhan Brondong di daerah Sedayu Lawas. Tetapi hingga saat ini belum ada jawaban.

Padahal, sudah ada Peraturan Presiden nomor 74/2021 yang menjelaskan tentang pemberdayaan angkutan laut pelayaran rakyat dan Pergub 128/2016 tentang blueprint pembangunan kelautan Jatim. Selain itu juga ada Pergub 131/2016 tentang rencana aksi pembangunan kelautan Jatim.

“Sudah sejak 4 tahun lalu kita berkirim surat ke Gubernur Jatim tetapi masih belum ada jawaban. Padahal dalam rencana aksi Pergub 131/2016 dijelaskan bahwa perintisan pembangunan repairing dock untuk armada Pelra dilaksanakan di tahun 2017-2019 dengan rencana anggaran dari APBD, APBN dan CSR,” katanya.

Pelra berharap, dengan adanya fasilitas docking khusus kapal rakyat yang nantinya dikelola Pelra, akan mempercepat kapal rakyat melakukan perbaikan dengan harga lebih murah.

“Kalau kami sendiri yang mengelola, biaya akan lebih murah. Sebab mahalnya biaya perbaikan di perusahaan docking itu karena disamakan dengan kapal besi dan masuk kategori komersial,” katanya.

Ketua Forum Masyarakat Kelautan, Maritim dan Perikanan Jatim Oki Lukito, pada kesempatan itu juga mengadu tentang nasib nelayan di Jatim.

Nelayan, ujarnya, hanya memiliki waktu efektif sekitar 180 hari dalam setiap tahun untuk melaut. Saat musim angin, mereka harus mencari pekerjaan lain, bahkan ada yang harus pergi ke Jakarta menjadi buruh bangunan atau buruh serabutan.

“Pemerintah harus hadir pada saat masa paceklik ikan. sekitar 5 bulan ini waktu yang lama sementara kebutuhan setiap hari. Nah, yang kami usulkan adalah alternatif pekerjaan seperti budi daya ikan di laut, kerang, rumput laut, bandeng laut atau kakap putih. Pemerintah, harusnya membantu nelayan ini membuat keramba apung yang bisa digunakan untuk budi daya ikan laut agar mereka ada pekerjaan dan tidak harus meninggalkan desa,” kata Oki.

Di Jatim, kata dia, ada sekitar 400 ribu nelayan yang tersebar di 22 kabupaten kota. Dengan tingkat kesejahteraan masih di bawah rata-rata. Ia menjelaskan, rata-rata nelayan tidak memiliki kapal dan kapal ukuran 30 GT rata-rata 22 ABK.

“Saat pembagian hasil, sebesar sepertiga hasil tangkapan diberikan kepada pemilik kapal, sepertiga untuk nahkoda dan juru mesin dan sisanya untuk nelayan. Sehingga setiap satu orang nelayan hanya mendapatkan Rp50 ribu hingga Rp100 ribu setiap melaut. Padahal mereka butuh waktu minimal dua hari,” katanya.

Di sisi lain, Pemprov Jatim melakukan pembangunan pelabuhan ikan besar di beberapa lokasi dengan investasi besar juga.

Pembangunan pelabuhan ikan Mayangan Probolinggo misalnya, investasi yang dikeluarkan mulai tahun 2002 hingga saat ini sudah mencapai Rp500 miliar. Padahal di sana jumlah kapal nelayannya hanya sekitar 300 kapal.

“Dan itu tidak hanya di Mayangan, tetapi juga di pelabuhan lain seperti di Pelabuhan Ikan Paiton. Itu juga dibangun mewah. Harusnya yang lebih diutamakan adalah kesejahteraan nelayan dengan memberikan program yang jelas. Nelayan tidak butuh pelabuhan mewah, yang mereka butuhkan adalah pelabuhan ikan dengan fasilitas lelangnya karena bisa meningkatkan harga jual ikan hasil tangkap. Tetapi dari beberapa pelabuhan yang dibangun mewah tersebut, hanya pelabuhan Sendang Biru, Malang yang ada proses lelangnya,” katanya.

Related posts

Exit mobile version