“Fraksi PPP menyampaikan catatan untuk diakomodir, pertama, judul RUU diubah menjadi RUU Tindak Pidana Seksual atau RUU TPS,” kata Syamsurizal dalam Rapat Pleno Baleg DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan, usulan perubahan judul tersebut agar bisa mengatur pelanggaran seksual yang memiliki unsur kekerasan atau tanpa kekerasan termasuk penyimpangan seksual.
Menurut dia, perubahan RUU TPKS menjadi RUU TPS bisa diselaraskan dengan judul Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi sebagai yurisprudensi yang didalamnya juga mengatur terkait pencegahan, peran serta masyarakat, serta ruang lingkup yang masuk kepada bentuk dan jenis Tindak Pidana Korupsi.
Syamsurizal mengatakan, F-PPP juga mengusulkan terkait Konsideran Mengingat, agar memasukkan pasal 28J ayat (2) UUD NRI 1945 karena perbuatan seksual merupakan hak yang melekat pada diri manusia yaitu memilki nafsu syahwat.
“Karena itu disebutkan bahwa dalam hal menjalankan hak dan kebebesan, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil, maka mesti sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis,” ujarnya.
Selain itu menurut dia, F-PPP juga mengusulkan agar dalam BAB I RUU TPKS mengenai Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 2 tentang defenisi Tindak Pidana Kekerasan Seksual, diusulkan agar Pasal 1 angka 2 dijadikan angka 1, dan dihapus kata “Kekerasan“.
Karena itu dia menjelaskan redaksional pasal 1 angka 2 menjadi “Tindak Pidana Seksual adalah setiap perbuatan yang bersifat fisik dan/atau nonfisik, mengarah kepada tubuh dan/atau fungsi alat reproduksi yang disukai atau tidak disukai secara paksa dengan ancaman, tipu muslihat, atau bujuk rayu yang mempunyai atau tidak mempunyai tujuan tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, dan kerugian secara ekonomis”.
“Dengan menghapus kata ‘Kekerasan’ sehingga istilahnya menjadi Tindak Pidana Seksual, adalah merupakan pertimbangan nilai-nilai agama yang diakui di Indonesia. Karena segala bentuk kejahatan seksual secara tegas dilarang oleh agama apapun, termasuk didalamnya larangan hubungan seksual diluar perkawinan dan penyimpangan seksual atau seks sesama jenis,” katanya.
Dia mengatakan, FPPP juga mengusulkan agar frase “secara paksa” pada angka 2 sebaiknya tidak dipergunakan atau dihapus, agar tidak ada penafsiran bahwa jika dilakukan secara tidak dengan paksaan, maka hal tersebut bukan suatu tindak pidana.