Peraih dua gelar MotoGP Casey Stoner mengaku pembalap yang paling banyak dipelajarinya selama berkarier di Kejuaraan Dunia adalah Dani Pedrosa. Menurutnya, rider Spanyol itu punya kemampuan yang membantunya mengatasi kelemahan.
Casey Stoner dan Dani Pedrosa, yang lahir hanya terpaut 17 hari, memiliki karier yang hampir paralel dalam Kejuaraan Dunia Balap Motor.
Meski sama-sama melakukan debut pada 2001 di kelas 125cc, Pedrosa menjalani musim penuh sementara Stoner hanya tampil dua kali sebagai wildcard. Pembalap Australia itu mendapat tempat permanen pada 2002, namun di kelas 250cc.
Selang setahun, Stoner turun ke 125cc, ketika Pedrosa sukses memenangi gelar. Rider Spanyol tersebut kemudian promosi ke 250cc pada 2004, sedangkan ia masih harus bertahan di kategori junior.
Musim 2005, keduanya kembali bersaing di kelas intermediate. Kali ini keduanya terlibat duel perebutan titel, yang dimenangkan oleh Pedrosa. Pada 2006, rivalitas mereka berlanjut di kelas MotoGP.
Pada tahun pertama di level tertinggi, Dani Pedrosa memperkuat Repsol Honda dan Casey Stoner bersama tim satelit, LCR. Spaniard menghabiskan kariernya dengan skuad berlogo sayap emas, sementara Kuri-Kuri Boy hijrah ke Ducati pada 2007.
Stoner lalu sukses mencetak sejarah dengan menjadi satu-satunya juara dunia MotoGP bersama pabrikan Borgo Panigale hingga hari ini. Ia bertahan di Ducati sampai 2010 sebelum gabung ke Repsol Honda pada 2011 dan setim dengan Pedrosa.
Namun mereka bertandem dua tahun. Stoner, yang meraih gelar MotoGP keduanya di tahun perdana membela tim utama Honda, bertepatan dengan generasi emas kelas premier bersama Pedrosa, Valentino Rossi, dan Jorge Lorenzo. Tetapi dari ketiga rival utamanya itu, ia paling banyak belajar dari Little Samurai.
“Jorga (Lorenzo) punya banyak hal yang saya inginkan, kemampuan bertarung Valentino (Rossi) dan cara dia membaca balapan, terutama ketika dia mulai sedikit penuh beban. Namun orang yang paling banyak saya pelajari selama karier saya adalah Dani Pedrosa,” Stoner mengungkapkan dalam MotoGP.com.
“Cara dia menemukan kecepatan dan hal-hal yang terkadang membuat Anda terpesona, Anda akan berpikir seperti ‘bagaimana dia melakukan itu?’. Ketika saya menjadi rekan setimnya pada tahun 2011, itu adalah hal terbaik yang pernah terjadi pada saya karena sebelumnya di Ducati – meski saya tak ingin disalahpahami, saya tidak pernah bisa melihat data rekan setim saya untuk mengetahui bagaimana cara bisa lebih cepat.
“Dengan Dani, lagi tanpa mengurangi rasa hormat, saya bisa melihat apa yang dia mampu lakukan di beberapa bagian trek, dengan motor yang sama, dia benar-benar bisa menghancurkan saya. Dan Anda seperti, ‘oke, apa yang dia lakukan, apa yang dia lakukan secara berbeda?’”
“Saya tidak meniru set-up-nya karena saya saya memiliki pengaturan sendiri, tetapi terkadang dia menyerang sesuatu dengan sedikit berbeda dan saya dapat belajar banyak dari situ, dan hal tersebut memberi saya lebih banyak kekuatan, karena saya punya referensi untuk mengatasi kelemahan saya.”