BabatPost.com – Optimisme akan segera kembali ke situasi normal, semakin membuncah sejak program vaksinasi Covid-19 dimulai pertengahan Januari lalu. Beberapa destinasi selam pun perlahan menampakkan geliat menerima tamu kembali.
Bagaimana menghadapi situasi seperti saat ini? Apalah para penyelam sudah boleh kembali ke dalam laut? Menurut Ketua Umum Perkumpulan Usaha Wisata Selam Indonesia (PUWSI) Ricky Soerapoetra, optimisme memang sudah tumbuh, dan itu merupakan sinyal yang baik bagi dunia pariwisata, termasuk selam.
Kendati demikian, Ricky tetap menekankan bahwa situasi belum sepenuhnya kembali ke normal, seperti sebelum pandemi Covid-19 merebak. ’’Boleh saja operator selam kembali aktif, dan mensyaratkan bagi tamu yang sudah vaksin misalnya. Tetapi, protokol kesehatan harus tetap menjadi perhatian. Jangan karena telah vaksinasi, operator menjadi abai protokol kesehatan,’’ ungkap Ricky seperti dilansir dari sukaselam.com
Tak hanya bagi operator, bagi penyelam dan wisatawan pada umumnya, Ricky juga menekankan kepada mereka untuk selalu menjalankan protokol kesehatan dengan baik. Para pelancong pun harus siap dan menyadari, kalau ingin berwisata dalam situasi pandemi saat ini, prosedurnya akan berbeda dibanding dengan masa sebelum pandemi.
Dia menuturkan, berjunjung ke Kepulauan Seribu saja misalnya, kita harus menjalani tes swab. Dan kita harus mematuhi itu, untuk mendukung upaya mempertahankan Kepulauan Seribu sebagai zona hijau. Kemudian situasi sering berubah-ubah. ’’Misal, ketika saya sedang di Marina Ancol, tiba-tiba seluruh kawasan Ancol diumumkan ditutup. Jadi, traveler harus siap menghadapi hal-hal semacam ini,’’ ujarnya.
Dia menambahkan, dunia wisata membutuhkan traveler-traveler yang lebih bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan lingkungan. Juga pelaku industri yang lebih bertanggung jawab dan sadar protokol kesehatan. Agar pelan-pelan dunia wisata tumbuh kembali ke normal.
Menurut dia, saat ini ada dua tipe traveler. Pertama adalah traveler willingness. Mereka mau bersusah payah melakukan riset-riset serius sebelum mereka melakukan perjalanan. Seperti bagaimana prosedur transportasi menuju lokasi wisata. Apa yang hendak kita lakukan di destinasi wisata nanti. Apa risiko yang mungkin terjadi di sana, Jika terjadi darurat kesehatan, bagaimana emergensinya. Tipe pertama ini, biasanya tipe traveler yang ingin melakukan perjalanan wisata jauh. Seperti wisata antar provinsi atau antar kabupaten/kota.
Tipe kedua, traveler yang tak mau repot. Tak mau jauh dari keluarga, tak mau menghadapi risiko macam-macam. Mereka ini yang kini membludak. Biasanya kemudian memilih wisata lokal. Misal warga Jakarta memilih menyelam di Kepulauan Seribu. Tipe kedua ini yang kini membludak, seiring optimisme bersama vaksinasi berjalan.
Dia mengatakan, Kepulauan Seribu mulai kembali ramai kala weekend. Karena pergi ke laut memang punya efek paling bagus untuk refreshment dibanding ke tempat lain. ’’Sebagian besar orang Jakarta tidak pernah lagi melihat laut selama pandemi. Kini semua orang Jakarta, kangen ingin kembali ke laut,’’ ucapnya. Dia menambahkan, sampai hari ini, resort-resort besar di Kepulauan Seribu semua masih tutup. Tetapi, operator-operator kecil sebagian sudah buka. Dengan jumlah tamu yang terbatas.
Pandemi Covid memang membuat operator wisata selam harus menjalankan usaha dengan berdarah-darah. Namun, setidaknya ada efek positif dalam dunia selam yang bisa dipetik dari adanya pandemi tersebut. Terjadi recovery ekosistem laut dimana-mana. Setahun selama pandemi ini, tekanan terhadap laut menjadi relatif berkurang.
Di Kepulauan Seribu kini menjadi lebih banyak ikan, kesuburan terumbu karang membaik. Nyelam di selatan Pulau Genteng Kecil, dulu biasa-biasa saja, kini kemungkinan kita bisa bertemu pari elang, bahkan mungkin bertemu dolphin. Wreck Papa Theo semakin subur terumbu karangnya dan gerombolan ikan selar semakin banyak.
Pulau Bundar softcoral semakin banyak. Pulau Sepa, resort tutup selama pandemi ini, membuat kini semakin banyak gerombolan barakuda dijumpai di bawah dermaga Sepa. Di Liberty Wreck, semakin banyak bumphead parrotfish. Di Biorock Pemuteran, natural recruitment pada struktur biorock semakin masif. Nyelam di Crystal Rock, Komodo, lebih banyak kemungkinan kita bertemu hiu.
’’Saya sempat turun di situ selama pandemi ini, dan bertemu 6 hiu ukuran 1,5 meter, sekaligus dalam satu penyelaman. Sesuatu yang jarang terjadi sebelum pandemi. Dari cerita teman-teman di daerah, kondisinya begitu juga,’’ kisahnya.
Dia menambahkan, Bunaken menjadi semakin menarik. Di Nusa Penida, recovery terumbu karang lebih cepat. Kalau Raja Ampat tidak banyak terjadi perubahan dari sisi biodiversitas, tetapi kini menjadi lebih nyaman buat menyepi.
Tekanan kepada laut yang berkurang selama pandemi itu dibarengi dengan tumbuhnya kesadaran di kalangan penyelam. Dia bilang, menyelam, tidak lagi semata kegiatan untuk bersenang-senang, eksplorasi, dan petualangan. Tetapi tren penyelam kekinian, mereka menginginkan suatu pengalaman menyelam dengan tujuan. ’’Kita harus menjawab kebutuhan ini, dengan mengembangkang paket-paket dive with mission. Misalnya paket menyelam sambil konservasi tanam terumbu karang, paket menyelam sambil lepas tukik penyu, atau tanam manggrove. Itu kan kegiatan-kegiatan yang relatif mudah. Dan itu yang dicari sekarang,’’ jelasnya. (*)