“Saya optimistis, kalau pesimis tak akan maju.Negara ini menuju ke arah sudah benar, karena pembangunan ekonomi adalah panglima. Sementara hukum mengawal pembangunan ekonomi,” kata Romli dalam diskusi yang digelar Journalist Center di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan UU tersebut masih berlaku setelah terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Hanya saja, pemerintah dan DPR RI, selaku pembuat undang-undang, mempunyai waktu selama dua tahun untuk merevisi.
Untuk itu, selama pembahasan revisi UU, dia meminta semua pihak bersikap sebagai negarawan dan mengesampingkan kepentingan politik.
“Putusan MK, lebih kepada teknis penyusunan bukan substansi. Pemohon hanya meminta uji formil bukan uji materil,” kata Romli.
MK juga memutuskan bahwa UU ini masih akan berlaku dalam dua tahun ke depan seiring proses perbaikan. Namun, pemerintah tidak boleh lagi mengeluarkan aturan turunan dari UU Ciptaker sejak putusan dan berlaku selama dua tahun.
Pemerintah meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) untuk memasukkan revisi UU Nomor 11 tahun 2021 tentang Cipta Kerja sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di 2022.
“Tetap berlaku, tetapi diperbaiki dalam 2 tahun. Saya mendengar pemerintah telah memasukannya dalam prolegnas mendatang,” ujarnya.
Dia mendengar sebagian pendapat di masyarakat yang menilai putusan MK itu ambigu. Hanya saja, kata dia, UU Ciptaker tetap berlaku selama jangka waktu 2 tahun.
“Memang kata ambigu itu terdengar oleh saya.mAmbigu, karena tadi di satu sisi inkostitusional. Dalam putusan itu tak jelas disebutkan undang-undang harus diubah, tetapi juga diberi kesempatan waktu. Bahkan dinaytakan undang-undang ini tetap berlaku, tetapi tak boleh ambil kebijakan strategis,” jelas Romli.
Sementara itu, Romli menilai publik sudah dilibatkan selama pembahasan UU, hanya saja banyak masyarakat melihat pembentukan UU cipta kerja itu minim partisipasi publik.
“Setiap pembahasan naskah akademik itu terpampang di website badan legislasi,” ujarnya.
Dia memberikan catatan agar ke depan dalam revisi UU cipta kerja itu secara maksimal melibatkan partisipasi publik.