BabatPost.com – Prosedur ketat sudah menunggu para tamu dari Korea Selatan (Korsel) itu di Bandara Ngurah Rai. Dimulai dengan pengecekan suhu tubuh melalui thermal scanner yang diantar petugas. Yang kedapatan bersuhu badan 38 derajat Celsius atau lebih rendah bisa melanjutkan proses selanjutnya. Mereka yang suhu badannya di atas 38 derajat Celsius diarahkan menuju ruang pemeriksaan lanjutan.
Begitulah bagian dari simulasi pada akhir pekan lalu (9/10) di Terminal Kedatangan Internasional Bandara Ngurah Rai. Simulasi itu melibatkan 90 turis –88 dewasa dan 2 anak– yang berangkat dari Bandara Incheon, Korsel. ”Kegiatan ini dilakukan untuk mengantisipasi kebijakan pemerintah. Sebab, mulai 14 Oktober, Bandara Ngurah Rai dibuka untuk penerbangan internasional,” kata Sekdaprov Bali Dewa Made Indra yang memantau langsung simulasi tersebut seperti dilansir Bali Express.
Dewa menegaskan, SOP (standard operating procedure) yang disimulasikan itu harus mampu mengendalikan arus kedatangan penumpang dari baru datang, pengambilan sampel RT-PCR, pemeriksaan imigrasi dan bea cukai, hingga holding area. ”Dan diantarkan ke tempat menginap sementara atau rumah sakit bagi yang hasil RT-PCR positif Covid-19. Dokumennya sudah kami buat. Hari ini (Sabtu, 9/10) disimulasikan agar nanti pelaksanaannya berjalan lancar,” jelasnya.
Jika SOP mampu dijalankan dengan disiplin, lanjut Dewa, dua tujuan bisa tercapai: pemulihan ekonomi Bali dan kasus Covid-19 di Pulau Dewata tetap terkendali. ”Itu yang harus menjadi concern semua pihak,” tuturnya.
Di sisi lain, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) Badung I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya menyatakan bahwa penerapan persyaratan bagi wisatawan yang berkunjung ke Bali akan menjadi pertimbangan dan evaluasi. Sebab, awalnya wisatawan mesti menjalani karantina delapan hari saat mendarat di Pulau Dewata dan tentu kebijakan itu membuat calon wisatawan betul-betul tidak berminat. Sebab, lanjutnya, mereka membandingkan Bali dengan destinasi lain seperti Thailand, Sri Lanka, Turki, dan beberapa lainnya yang low-risk atau risiko rendah dan tidak menerapkan karantina.
Sebelum berangkat ke negara-negara tersebut, mereka menjalani tes swab PCR dan hasilnya harus negatif. Setelah tiba di negara tujuan, misalnya Thailand, mereka dicek lagi. ”Kalau hasil tes PCR negatif, mereka bisa jalan-jalan dan tidak perlu karantina lagi,” ujarnya seperti dikutip dari Jawa Pos Radar Bali.
Bagaimana setelah karantina direvisi lagi menjadi lima hari? ”Kalau karantina lima hari dan wisatawan libur hanya seminggu, saya rasa (Bali, Red) belum menjadi pertimbangan karena destinasi di negara lain tanpa melakukan karantina,” terangnya.
Dia juga mendapat respons dari partner bisnisnya. Seandainya karantina hanya dilakukan tiga hari, mungkin mereka siap menjalani karantina di hotel. ”Jadi, selama tiga hari, mereka menggunakan fasilitas hotel karantina dan pada hari ke-4 sampai ke-6 mereka jalan-jalan. Kemudian, hari ke-7 mereka balik dan kita tes lagi,” paparnya.
Kalau hasilnya negatif, mereka bisa berangkat. ”Jadi, datangnya sehat, pulangnya juga sehat. Itu harapan kita,” tuturnya.