Sirkuit Mandalika jadi sorotan dunia dengan menjadi tuan rumah seri terakhir WSBK 2021. Tapi dibalik kemegahannya ada keluh kesah yang dirasakan penonton.
Untuk pertama kalinya sejak 1997, Indonesia akhirnya menggelar kembali kejuaraan dunia balap motor di Pertamina Mandalika International Street Circuit.
Trek yang dibangun kurang dari satu tahun itu langsung menyedot perhatian publik. Bahkan, banyak masyarakat yang merelakan waktunya untuk menyaksikan secara langsung.
Tetapi, jalannya sebagian besar event rupanya tidak memenuhi harapan para penggemar yang hadir langsung ke Sirkuit Mandalika.
Terlepas dari balapan pertama World Superbike Indonesia yang diundur, kondisi sirkuit yang belum siap turut menambah kekecewaan bagi penonton.
Pihak Mandalika Grand Prix Association (MGPA) telah memasang aturan ketat untuk penonton demi gelaran WSBK Indonesia berjalan tertib.
Namun, aturan tersebut malah menyulikan para penonton, seperti salah satunya tidak diizinkan membawa payung.
Sirkuit Mandalika yang panas, jelas membuat mereka yang duduk di tribun tanpa atap harus mencari akal agar mereka bisa terlindungi dari paparan sinar matahari yang menyengat.
Ketika hujan, mereka juga harus mencari tempat berteduh jika tidak membawa jas hujan. Ini pastinya sangat menyulitkan mereka, terlebih ketika datang bersama keluarga dengan membawa anak kecil.
Tetapi, pengalaman seperti itu tidak dirasakan oleh Rama yang berkesempatan duduk di Grand Stand yang memiliki atap. Sehingga ia tidak merasa kepanasan dan tak khawatir ketika turun hujan deras seperti pada Sabtu (20/11/2021).
Kendati begitu, Rama yang datang dari Jakarta memiliki keresahan tersendiri.
“Saya sampai di Bandara Internasional Lombok dari Jakarta pukul delapan pagi. Akses untuk ke Sirkuit Mandalika sangat mudah karena sudah disediakan shelter bus dan itu gratis. Anda hanya perlu menunjukkan tiket WSBK Indonesia,” ujarnya.
“Tetapi, saran saya Anda harus mempersiapkan fisik, karena kami turun dari bus di gerbang awal masuk.
“Di sana kami akan melakukan validasi tiket. Setelah itu kami harus berjalan sekitar dua kilometer menuju tribun.”
Sebenarnya, bukan jarak yang menjadi masalah bagi Rama, melainkan kondisi jalan di area tribun yang masih dipenuhi lumpur ketika diguyur hujan.
“Sebenarnya ada kritik, tapi saya maklumi karena ini masih baru. Saat hujan, akses kami penuh dengan lumpur, kebanyakan penonton yang ingin keluar dari area tribun harus melepas sepatunya,” tuturnya.
“Untungnya saya berada di tribun yang ada atapnya. Menurut saya, seharusnya boleh saja membawa payung, kalau panas mereka masih bisa mengakali, tapi jika hujan kasihan mereka harus mencari tempat berteduh.
“Tapi, secara keseluruhan bagi saya sudah cukup memuaskan dari mulai bus hingga para petugas di sirkuit dalam hal memberi arahan.”
Pengalaman berbeda dirasakan oleh pasangan suami-istri, Sella dan Rahmat, yang hadir langsung dari Bekasi untuk menyaksikan WSBK Indonesia di Sirkuit Mandalika.
Keduanya duduk di tribun dekat dengan Tikungan 1 yang tidak memiliki atap. Ini cukup menyulitkan keduanya, karena ternyata Sella sedang mengandung.
“Saat hujan, kita harus bolak-balik untuk berteduh, apalagi di awal hujannya sempat reda, dan tak lama kembali besar,” ucapnya.
“Tapi, untungnya konser masih berjalan, jadi ya, sedikit terhibur karena balapan juga ditunda sampai besok.”