Pemberhentian itu merupakan putusan sidang etik untuk perkara nomor 164-PKE-DKPP/IX/2021.
“Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Teradu II Yohakim Migau selaku Anggota Bawaslu Kabupaten Intan Jaya sejak putusan ini dibacakan,” kata Ketua Majelis Prof. Muhammad saat membacakan putusan di Jakarta, Rabu.
Dalam sidang yang berlangsung di Jakarta, Rabu, majelis hakim etik membacakan putusan terhadap enam perkara dugaan pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu (KEPP).
Untuk kasus di Kabupaten Intan Jaya, Papua, Yohakim Migau terbukti masih berstatus sebagai PNS aktif. Ia menjabat sebagai staf di Distrik Tomosiga.
Dalam persidangan, rekening koran Bank Pembangunan Daerah Papua menjadi salah satu bukti yang menunjukkan Yohakim masih berstatus sebagai PNS aktif, karena dia menerima gaji dari negara sejak 2016 sampai saat ini.
Yohakim, menurut majelis hakim dalam pertimbangannya, terbukti sengaja tidak mengurus permohonan cuti di luar tanggungan. Alhasil, ia masih menerima gaji sebagai PNS, meskipun ia telah dilantik sebagai Anggota Bawaslu Kabupaten Intan Jaya.
“Sikap dan tindakan Teradu II tidak dibenarkan menurut hukum dan etika,” sebut Muhammad.
Yohakim, ia menegaskan, telah melanggar Pasal 15 huruf a dan d Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
Tidak hanya Yohakim, DKPP juga menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara kepada Anggota Bawaslu Kabupaten Intan Jaya Nemi Kobogau selaku Teradu I.
Sanksi itu berlaku sampai ia menerima SK Pemberhentian Sementara dan Cuti di Luar Tanggungan Negara dari Pejabat Pembina Kepegawaian di tempatnya bertugas.
“Menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara kepada Teradu I Nemi Kobogau selaku Anggota Bawaslu Kabupaten Intan Jaya sampai dengan diserahkannya Surat Keputusan Pemberhentian Sementara dan Cuti di Luar Tanggungan Negara dari Pejabat Pembina Kepegawaian paling lama 60 hari sejak putusan ini dibacakan,” kata Muhammad.
DKPP memeriksa perkara etik terhadap dugaan pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu setelah ada laporan dari Yeffri Miagoni. Majelis hakim telah dua kali menggelar sidang etik sebelum membacakan putusan, yaitu pada 21 Oktober 2021 dan 4 November 2021.