“Pemerintah melalui BSSN perlu lakukan audit forensik terhadap seluruh sistem yang digunakan dalam seleksi dari Sabang sampai Merauke. Untuk mengetahui di mana dan komputer mana saja yang digunakan peserta ada ‘remote access’ diunduh dan jejak digital peserta lakukan kecurangan,” kata Luqman kepada Antara di Jakarta, Selasa.
Hal itu dikatakannya terkait hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPan-RB) Tjahjo Kumolo, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, dan Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian yang digelar secara tertutup di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (15/11).
Luqman menilai kalau audit forensik tersebut dilakukan maka proses tes Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) harus ditunda dulu karena berdasarkan laporan yang diterima Komisi II DPR, baru 9 titik yang dilaporkan terjadi indikasi kecurangan.
“Karena yang dilaporkan baru 9 titik lokasi, rata-rata di luar Pulau Jawa. Saya khawatir kecurangan di lokasi tes di Pulau Jawa lebih dahsyat jika melihat modus kecurangan yang dilakukan,” ujarnya.
Dia mengaku jengkel dengan kejadian seleksi CPNS dengan penggunaan sistem Computer Assisted Test (CAT) bisa dibobol dengan cara yang sederhana, bukan dengan menjebol sistem keamanan.
Menurut dia, berdasarkan penjelasan BSSN dalam RDP Komisi II DPR dijelaskan bahwa kecurangan tes dilakukan dengan mengunduh aplikasi “remote access” pada komputer yang digunakan yang dilakukan pihak-pihak yang terlibat dalam tes tersebut.
“Misalnya orang yang punya akses masuk ke ruangan yang di dalamnya terdapat komputer yang digunakan untuk tes, lalu mengunduh ‘remote access’ sehingga dapat terhubung dengan perangkat komputer di luar. Ketika sudah terkoneksi maka orang dengan menggunakan komputer di luar bisa mengerjakan soal tes CPNS,” katanya.
Karena itu Luqman menilai persoalan dugaan kecurangan tes CPNS tersebut ada pada faktor sumber daya manusia (SDM) yang memanfaatkan akses masuk ruang tes.
Dia menyarankan perangkat yang digunakan dalam proses seleksi CASN adalah milik negara bukan sewa dari pihak swasta karena rawan menimbulkan potensi kecurangan.
“Perlu juga ada internet khusus untuk pemerintah, sifatnya tidak pubik yang digunakan untuk kegiatan negara saja,” ujarnya.
Luqman juga menyarankan agar BSSN membuat sistem proteksi khusus untuk jaringan siber negara sehingga perangkat milik negara selalu terhubung dengan perangkat keamanan yang kuat.
Selain itu menurut dia, sistem proteksi khusus itu dapat digunakan ketika ada orang yang mau mengunduh program tertentu di perangkat milik negara, maka muncul peringatan dari ruang kontrol BSSN.