“Salah satu momentum itu adalah Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945 yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Pahlawan,” kata Fahri dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Pernyataan tersebut ia ungkapkan ketika memberi paparan dalam webinar Moya Institute yang bertajuk “Momentum Hari Pahlawan: Peneguhan Kembali Nasionalisme”. Dalam kesempatan tersebut, ia juga mengobarkan semangat masyarakat dengan mengingatkan kembali pada peristiwa Pertempuran Surabaya.
“Berkobarnya Pertempuran Surabaya sebagai wujud penolakan rakyat Indonesia terhadap klaim Sekutu dan Belanda pada Tanah Air kita pasca-kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, hanya bisa terjadi karena rakyat Surabaya digerakkan oleh rasa cinta Tanah Air,” ujar Fahri.
Heroisme rakyat Surabaya kala itu, menurut Fahri, sangat luar biasa dalam mempertahankan kemerdekaan yang sudah diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945.
Berbagai aksi dahsyat dari warga Surabaya kala itu, seperti perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato, serta penembakan Brigadir Aubertin Mallaby bisa menjadi referensi bagi bangsa Indonesia di masa kini mengenai betapa bangsa Indonesia di masa lalu sangat berani melawan pihak pemenang dalam Perang Dunia II, karena rasa kebangsaan yang besar.
Bahkan, lanjut Fahri, bukan hanya Perang Surabaya. Berbagai momentum dalam sejarah bangsa ini, seperti lahirnya Budi Utomo 1908, Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi 1945, mengatasi komunisme 1965, dan berbagai momentum sejarah lainnya bisa menjadi prosesi guna memperkuat nasionalisme bangsa ini.
“Termasuk ketika angkatan 1990-an seperti saya mengoreksi penyelewengan oleh rezim Orde Baru pada 1998, sehingga melahirkan era reformasi dan Demokrasi. Begitu banyak momentum dalam sejarah kita yang bisa kita jadikan referensi untuk menunjukkan betapa hebatnya bangsa ini,” tutur Fahri.
“Yang tak boleh kita lupakan, negara kita ini adalah satu-satunya negara kepulauan di antara lima besar negara terbesar di dunia, sehingga bangsa ini sangat istimewa dan membutuhkan rasa nasionalisme yang terus menerus dirawat,” ucap mantan Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia itu.