“Peran masyarakat adat dan komunitas lokal di Indonesia dalam melindungi hutan tropis sangat besar. Merekalah yang telah terbukti sebagai pelindung terbaik bagi hutan-hutan yang ada,” ujarnya di sela kunjungan kerjanya di Surabaya, Jumat.
Menurut dia, keberadaan kelompok ini sangat penting karena berkenaan dengan penanganan perubahan iklim yang juga menjadi pembahasan pokok dalam KTT COP 26 di Glasgow, 2 November lalu.
Dalam KTT yang juga dihadiri Presiden Joko Widodo itu, Inggris, Jerman, AS dan lainnya mengumumkan kerja sama dengan 17 kontributor yang berkomitmen membantu masyarakat adat dan komunitas lokal dalam melindungi hutan tropis.
“Oleh karena itu saya meminta pemerintah untuk mengupayakan jaminan kesejahteraan kepada kelompok masyarakat adat di Indonesia dari alokasi investasi tersebut. Sebab tujuan besarnya adalah untuk melindungi bumi dari perubahan iklim dan menjaga berkurangnya keanekaragaman hayati,” ucapnya.
Masyarakat adat dan kelompok lokal, kata LaNyalla, memang sudah seharusnya mendapatkan prioritas.
Ia juga menegaskan bahwa masyarakat adat dan komunitas lokal dari seluruh dunia merupakan kunci solusi perubahan iklim.
Maka, lanjut dia, pemerintah harus menjadikan mitra, mengakui lebih jauh dan memajukan peran masyarakat adat tersebut.
“Selama ini masih banyak terjadi sengketa atau permasalahan kepemilikan tanah dan hak kepemilikan dari masyarakat adat ini di berbagai tempat. Persoalan ini harus diselesaikan dengan baik. Mereka harus diberi penguatan terhadap tanah ulayat atau tanah adatnya,” kata dia.
Dalam KTT COP 26, Presiden Jokowi menyampaikan komitmen Indonesia dalam penanganan perubahan iklim.
Indonesia akan terus berkontribusi dalam penanganan perubahan iklim melalui rehabilitasi hutan mangrove dan lahan kritis yang ditargetkan pada 2030 untuk menyerap karbon bersih.