Sahroni: Permendikbudristek jawaban keresahan maraknya kasus kekerasan

Jakarta (BabatPost.com) – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menilai Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 merupakan jawaban atas keresahan mahasiswa hingga dosen terkait masih maraknya kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.

Read More

Dia menilai Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi, juga menjadi jawaban atas ketiadaan hukum yang jelas terkait penanganan kekerasan seksual tersebut.

Berita Terkait :  Komisi III DPR dukung usulan tambahan anggaran PPATK Rp63,7 miliar

“Saya mendukung aturan ini karena memang dibutuhkan para korban untuk membela diri, jadi memang urgensinya sangat mendesak. Sebelum RUU PKS disahkan, Permen tersebut diharapkan bisa memberi perlindungan hukum yang dibutuhkan,” kata Sahroni dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Dia mengatakan dukungannya tersebut terutama berdasarkan hasil survei Mendikbud Ristek di tahun 2019, kekerasan seksual di kampus ini terbanyak ketiga setelah di jalanan dan transportasi umum.

Sahroni juga menampik pandangan yang menyebut bahwa Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 ini memiliki pasal yang terkesan melegalkan seks bebas.

Berita Terkait :  Kemarin, Mahfud MD-Panglima TNI bahas Papua hingga hukuman koruptor

Menurut dia, hal itu tidak tepat karena dalam aturan lanjutannya ada penjelasan tentang “tanpa persetujuan korban” dengan lebih merinci.

“Kalau yang dipermasalahkan terdapat frasa ‘tanpa persetujuan korban’, menurut saya hanya mispersepsi saja, karena kan selanjutnya ada penjelasan lebih rinci soal apa saja, persetujuan korban itu maksudnya,” ujarnya.

Dia menilai kurang tepat jika Permendikbudristek tersebut dianggap melegalkan seks bebas karena sebetulnya sudah dijelaskan pada pasal selanjutnya, bahwa persetujuan korban yang dimaksud adalah yang dianggap sah oleh hukum dan ada poin-poinnya.

Berita Terkait :  Wakil Ketua Baleg perkirakan RUU TPKS selesai dalam satu masa sidang

Karena itu menurut dia, frase “persetujuan” tersebut bisa tidak dianggap sah jika korban tidak memenuhi syarat sebagaimana yang disebutkan dalam Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021.

Related posts