Perpindahan pembalap grand prix ke World Superbike sudah terjadi sejak dulu. Ada yang sukses, namun ada juga yang harus berjuang keras dan mengalami kesulitan.
World Superbike (WSBK) menjadi pilihan terakhir bagi seorang pembalap grand prix jika sudah tak menemukan tempat untuk musim berikutnya.
Pasalnya, mereka memiliki posisi dan daya tawar yang lebih bagus di Superbike dengan motor dan tim yang jauh lebih baik,
Layaknya Iker Lecuona dan Xavi Vierge yang dikonfirmasi bakal memperkuat Team HRC pada WSBK 2022. Itu merupakan tim pabrikan Honda di Superbike, yang saat ini masih diperkuat Alvaro Bautista serta Leon Haslam.
Tetapi, ada juga pembalap grand prix yang harus susah payah mendapatkan hasil positif ketika mencoba peruntungan di World Superbike.
Tercatat, ada tiga rider MotoGP, ditambah dua dari kelas 500cc (sebelum berganti nama MotoGP), yang memenangi gelar dalam WSBK.
Berikut adalah deretan pembalap yang meraih kesuksesan di World Superbike, dan juga mereka yang kesulitan hingga akhirnya menyerah.
Raymond Roche
Gagal tampil apik di Kejuaraan Dunia Balap Motor 500cc pada 1978, 1980-1989, Raymond Roche akhirnya memutuskan untuk pindah ke World Superbike.
Sebenarnya, pembalap asal Prancis itu sudah mengikuti WSBK sejak 1988, tapi ia mulai fokus pada 1990 setelah berhenti dari ajang 500cc.
Itu menjadi keputusan tepat kerena ia berhasil meraih gelar juara dunia usai meraih tujuh kemenangan dari 17 podium yang didapatkan dalam 13 balapan.
Max Biaggi
Keluar dari MotoGP pada 2005, Max Biaggi memutuskan untuk memainkan debut di WSBK pada 2007 bersama Suzuki.
Pada tahun pertamanya, pembalap asal Italia itu berhasil meraih 17 podium, termasuk tiga kemenangan, dan menempati posisi ketiga dalam klasemen akhir.
Tahun berikutnya, Biaggi memutuskan gabung dengan Ducati bersama tim Go Eleven, tapi sayang performanya menurun.
Ini membuatnya memutuskan pergi dan merapat ke tim pabrikan Aprilia dengan menggeber RSV4.
Pada tahun kedua bersama Aprilia, tepatnya 2010, Max Biaggi berhasil mengunci gelar juara dunia setelah meraih 10 kemenangan dari 14 podium yang didapatkannya.
Dua tahun kemudian, Biaggi kembali sukses menyabet titel WSBK, meski hanya meraih 11 podium termasuk lima kemenangan, dengan mengoleksi 358 poin.
Carlos Checa
Setelah Max Biaggi memenangi gelar WSBK pada 2010, Carlos Checa merasa tertantang dan memutuskan untuk turun semusim penuh pada 2011.
Sebenarnya, Checa telah turun full-time di Superbike pada 2008 dan 2009, tapi pada 2010, ia memutuskan untuk mengikuti MotoGP dan WSBK secara bersamaan.
Keputusan untuk benar-benar keluar dari MotoGP terbayar lunas. Bersama Ducati, Checa meraih 21 podium termasuk 15 kemenangan, untuk mengamankan titel WSBK 2011.
John Kocinski
Pembalap asal Amerika Serikat, John Kocinski, memiliki karier yang unik. Ia memulai turun dalam kejuaraan dunia pada 1988 di kelas 250cc, dan berhasil menjadi juara dunia di ketegori tersebut pada 1990.
Pada tahun berikutnya, Kocinski dipromosikan ke kelas 500cc, tapi hanya berhasil meraih dua kemenangan dalam dua musim.
Pada 1993, ia memutuskan untuk kembali ke kelas 250cc. Baru melakoni tujuh seri, Kocinski absen dalam tiga balapan dan kembali di kelas 500cc untuk menyelesaikan musim.
Setelah memutuskan hiatus pada 1995, John Kocinski kembali lagi ke dunia balap melalui World Superbike pada 1996.
Kocinski langsung tampil apik dan berhasil menempati posisi ketiga dalam klasemen akhir. Lalu, di tahun berikutnya, performanya semakin apik dengan meraih sembilan kemenangan untuk mendapatkan gelar WSBK 1997.
Di tahun berikutnya, John Kocinski kembali ke ajang balap 500cc, sebelum akhirnya memutuskan pensiun pada akhir 1999 karena tak kunjung mendapatkan hasil positif.
Sylvain Guintoli
Sylvain Guintoli dikenal sebagai test rider tim Suzuki MotoGP. Padahal, ia memiliki karier yang sangat baik di masa lalu.
Perlu diketahui, Guintoli merupakan juara dunia WSBK terakhir sebelum Jonathan Rea mendominasi kejuaraan hingga saat ini.
Pembalap asal Prancis itu tiba di WSBK pada seri terakhir musim 2009, setelah menghabiskan waktu dua tahun di MotoGP dan tujuh tahun di 250cc.
Bersama Suzuki dan Ducati pada musim-musim awalnya di World Superbika, Sylvain Guintoli gagal meraih gelar, meski konsisten finis di zona poin.
Memutuskan gabung Aprilia pada 2013, bisa dikatakan sebagai pilihan tepat karena ia dapat memperjuangkan podium.
Pada 2014, Guintoli akhirnya merengkuh gelar juara dunia WSBK, setelah mendapatkan lima kemenangan, dan mengalahkan Tom Sykes sebagai rival terdekat dengan keunggulan enam poin.
Alvaro Bautista
Memiliki awal musim yang mengesankan bersama Ducati, Alvaro Bautista harus menelan pil pahit pada paruh kedua musim ketika kejuaraan berlansung di trek yang belum dikenalnya.
Meraih 11 kemenangan beruntun pada musim debutnya di WSBK, Bautista mulai mengalami kesulitan di Laguna Seca ketika ia gagal finis dalam tiga balapan.
Menjadi penantang kuat Jonathan Rea di awal musim, Bautista harus puas mengakhiri musim 2019 di posisi kedua dalam klasemen akhir.
Musim 2020 dan 2021, bisa dikatakan menjadi yang terbesar bagi pembalap asal Spanyol itu. Pasalnya, ia harus bekerja keras untuk menemukan bentuk terbaiknya dengan proyek baru dari Honda.
Tahun depan, Bautista akan bergabung kembali dengan Ducati, setelah menyerah untuk membuat motor Honda CBR1000RR-R kompetitif.
Scott Redding
Tak mendapatkan kursi di MotoGP membuat Scott Redding memutuskan untuk mengikuti British Superbike pada 2019, dan berhasil keluar sebagai juara.
Ini membuat Ducati tertarik untuk membawanya ke World Superbike untuk menggantikan Alvaro Bautista yang pindah ke Honda.
Tetapi, Redding kesulitan menggeber Panigale V4R, meski dirinya kerap membuat hidup Jonathan Rea kesulitan.
Namun, pembalap asal Inggris itu kurang konsisten yang membuatnya selalu gagal menjegal Rea meraih gelar juara dunia WSBK.
Menganggap Ducati tak mengikuti permintaannya, Scott Redding memutuskan gabung BMW pada musim depan, yang dikatakannya memiliki prospek lebih menarik.
Tito Rabat
Juara dunia Moto2 2014, Tito Rabat, menjadi salah satu pembalap asal grand prix yang gagal saat memutuskan pindah ke World Superbike.
Gagal tampil apik di MotoGP karen tak pernah mendapatkan motor terbaik, Rabat memutuskan untuk beralih ke WSBK, meski dirinya dipaksa untuk pindah oleh Ducati karena ingin mendatangkan Luca Marini.
Memiliki ambisi besar, Tito Rabat gagal mengeluarkan potensi terbaiknya dan lebih sering kesulitan dalam menggeber Panigale V4R.
Padahal, dirinya mendapat dukungan penuh dari Ducati, meski berada di tim independen. Tapi, sejauh ini ia baru mengumpulkan 50 poin, tanpa kemenangan dan podium.
Perjuangan Tito Rabat menjadi salah satu contoh bahwa tak mudah bagi seorang pembalap grand prix meraih kesuksesan di World Superbike.
Budaya dan cara kerja yang berbeda harus diadaptasi dengan baik oleh setiap pembalap yang memutuskan pindah kejuaraan. Ini menjadi salah satu kunci jika ingin meraih kesuksesan.