Gelar juara dunia MotoGP 2021 sudah dipastikan. Kini, fokus para pembalap mulai beralih untuk musim 2022. Sejumlah nama pun harus berbenah demi eksis di MotoGP.
Setelah Fabio Quartararo (Monster Energy Yamaha MotoGP) memastikan gelar juara dunia MotoGP 2021 pada GP Emilia Romagna, lebih dari dua pekan lalu, perhatian sebagian besar tim dan pembalap pasti tertuju pada gelaran tahun depan.
Jika Racing Team VR46 nanti resmi mengumumkan Luca Marini dan Marco Bezzecchi bakal memperkuat tim, atau tidak ada perubahan signifikan, praktis seluruh posisi pembalap di 12 skuad MotoGP 2022 akan terisi penuh.
Sebagian besar pembalap yang saat ini turun, akan habis kontrak pada akhir MotoGP 2022. Itu berarti, hasil musim depan akan sangat menentukan diperpanjang atau tidaknya seorang pembalap.
Dengan makin kerasnya persaingan dan agresivitas tim-tim untuk merekrut pembalap terbaik, sejumlah pembalap mungkin akan direkrut sebelum MotoGP 2022 berakhir.
Mengacu performa musim ini, ada sejumlah pembalap yang harus mulai sangat waspada terkait keberlangsungan karier mereka selepas musim 2022. Hal tersebut tidak lepas dari performa musim ini yang jauh di bawah ekspektasi.
Alex Rins – Suzuki Ecstar
Pernah menjadi anak emas Suzuki, pembalap Spanyol tersebut mengalami musim yang berat dalam dua musim terakhir. Tidak diketahui pasti apa yang membuat performa Rins seperti itu.
Kerap melakukan kesalahan yang tak pantas dibuat pembalap sekelasnya, cedera, terlihat tidak nyaman, plus tekanan mental melihat rekan setimnya Joan Mir yang kalah pengalaman justru mampu juara dunia MotoGP 2020, adalah beberapa masalah yang dihadapi Rins.
Tahun lalu, kecelakaan pada balapan pertama di Jerez, Spanyol, memang sangat mengganggu Rins. Ia mampu bangkit menjelang akhir musim dan lebih cepat ketimbang Mir.
Posisi ketiga klasemen akhir pun menjadi bukti kebangkitannya. Tetapi, banyak yang berpikiran – mungkin dirinya termasuk – bagaimana jika Rins tidak mengalami cedera dan lain-lain.
Musim ini, performa pembalap asal Spanyol berusia 25 tahun itu bisa dibilang jauh lebih buruk. Dari 17 balapan, ia empat kali retired dengan hasil finis terbaik adalah podium kedua di Silverstone, Inggris. Rins pun hanya tujuh kali finis di 10 besar.
Akibatnya, menjelang satu balapan tersisa, Rins hanya berada di peringkat ke-11 klasemen dan cuma unggul lima poin dari rookie terbaik sejauh ini, Enea Bastianini (Esponsorama Racing) di P12.
Sejatinya, performa Rins saat ini sedikit banyak dipengaruhi Suzuki. Memilih bermain aman dengan tidak banyak melakukan ubahan pada GSX-RR yang musim lalu memberikan gelar pembalap dan tim, justru menyulitkan Rins dan Mir.
Khusus untuk Rins, hasil finisnya dari 17 balapan musim ini, kalah jauh melawan Mir. Jika GP Catalunya tidak dihitung – karena Rins tidak turun – Rins tercatat hanya 3 kali menang dari 16 balapan. Buntutnya, posisi klasemen Mir (ketiga) juga jauh di atas Rins.
Karena itu, tidak heran bila Suzuki nantinya berubah pikiran dengan mencari pengganti Alex Rins untuk MotoGP 2023. Kecuali, tahun depan Rins mampu merebut banyak podium, kemenangan, dan yang paling penting tidak sering terjatuh.
Jack Miller – Ducati Lenovo
Butuh enam musim bagi pembalap Australia itu untuk mendapatkan posisi di tim pabrikan di MotoGP. Kendati sebelumnya banyak yang ragu saat Ducati menariknya dari Pramac Racing – bersama Francesco Bagnaia – performa Miller sebenarnya tidak begitu buruk.
Pada awal-awal musim, Miller mampu menghentak dengan menang beruntun di Spanyol dan Prancis. Tetapi setelah itu, performa dan kecepatannya jauh dari kata konsisten, bila dibandingkan dengan Bagnaia.
Performa Bagnaia, juara dunia Moto2 2018 yang dari sisi pengalaman masih di bawah Miller, bisa menjadi pukulan baginya. Beban pembalap 26 tahun tersebut bisa bertambah berat karena Ducati memiliki segudang stok pembalap muda potensial.
Johann Zarco (Pramac Racing) mungkin belum menjadi ancaman. Selain tidak lagi muda, kampiun Moto2 2015 dan 2016 itu juga belum memenangi balapan di MotoGP bersama Ducati.
Namun, rekan setim Zarco yang musim ini menjadi rookie, Jorge Martin, bisa menjadi opsi tim pabrikan Ducati. Kemenangan di MotoGP Styria dan performa impresif jika tidak terkendala cedera, bisa menjadi tiketnya untuk ditarik ke Ducati mulai 2023.
Satu lagi rookie yang mengejutkan adalah Enea Bastianini (Esponsorama Racing). Menggeber motor lama (Ducati Desmosedici GP19), kampiun Moto2 2020 tersebut mampu merebut dua podium dalam lima balapan terakhir. Ia kini mengungguli Martin dalam perburuan rookie terbaik.
Kendati begitu, Miller dan Martin sepertinya yang bakal berduel langsung pada musim depan untuk memperebutkan satu posisi di tim pabrikan, setahun kemudian. Jika mampu mengurangi insiden dan tidak sering cedera, juara dunia Moto3 2018 itu bakal menjadi ancaman serius posisi Miller di Ducati Lenovo.
Takaaki Nakagami – LCR Honda Idemitsu
Satu-satunya pembalap Asia di grid MotoGP ini sebetulnya sempat mengalami kemajuan sejak promosi ke MotoGP pada 2018. Kendati banyak yang menuding dirinya dipaksakan karena Honda ingin ada pembalap Jepang, Nakagami mampu menepis tudingan itu dengan performanya.
Terbukti, hasil Nakagami di MotoGP 2019 dan 2020 – termasuk satu pole di MotoGP Teruel 2020 – membuatnya mendapatkan Honda RC213V spesifikasi 2021, sama dengan tim pabrikan Repsol Honda.
Sayangnya, hingga balapa ke-17 musim ini, ia belum mampu merebut finis di podium MotoGP. Jika Honda tetap menginginkan adanya pembalap Jepang di MotoGP untuk musim 2022, Ai Ogura bisa menggeser Nakagami menyusul performa impresif pada musim perdananya di Moto2, tahun ini.
Alex Marquez – LCR Honda Castrol
Banyak yang mencibir saat Alex Marquez dipilih untuk mendampingi sang kakak, Marc Marquez, di tim Repsol Honda pada musim perdananya di MotoGP, tahun 2020 lalu.
Sempat kesulitan pada awal musim dengan banyak mengalami kecelakaan, Alex justru menjadi penyelamat wajah Honda musim lalu berkat dua finis podiumnya. Uniknya, Honda justru sudah memiliki klausul bila Alex akan pindah ke LCR pada 2021 yang dibuat sebelum ia menggeber motor tim pabrikan.
Seperti Nakagami, Alex juga menjadi korban cederanya Marc Marquez pada 220 lalu. Pengembangan motor yang terpusat kepada Marquez membuat para pembalap Honda lainnya sulit mengeluarkan potensi, baik motor maupun skill mereka.
Di sisi lain, keengganan Honda berinvestasi pada pembalap muda seperti yang mereka lakukan pada Marc Marquez, serta sedikitnya pembalap yang berminat bergabung, bisa menguntungkan pabrikan berlogo sayap kepak itu saat bernegosiasi.
Luca Marini – Sky VR46 Avintia
Marini sebelumnya digadang-gadang mampu meneruskan nama besar sang kakak, Valentino Rossi. Namun, performa pada musim perdananya di MotoGP, tahun ini, masih jauh dari harapan.
Serupa dengan Alex Marquez, Luca Marini diuntungkan sekaligus dirugikan karena selalu diidentikan dengan Rossi, juara dunia balap motor sembilan kali (125cc 1997, 250cc 1999, 500cc 2001, dan MotoGP 2002-2005, 2008, 2009).
Parameter performa Marini bisa dilihat dari torehan Bastianini, sama-sama berstatus rookie dan memakai Ducati Desmosedici GP19 dan notabene bernaung di Avintia. Perbedaan paling kentara terlihat di MotoGP Emilia Romagna, sekira dua pekan lalu.
Marini yang berhasil start dari grid ketiga, malah terpuruk finis di P9. Sebaliknya Bastianini. Start dari grid ke-15, ia justru berhasil naik podium ketiga.
Motor yang lebih dua tahun lebih tua dibanding milik para pembalap tim pabrikan Ducati dan Pramac Racing, bisa menjadi alasan Marini sulit mengeluarkan performa terbaiknya.
Tetapi, di MotoGP 2022 nanti, ia akan turun dengan Ducati Desmosedici terbaru. Ini tentu menjadi tantangan besar bagi Marini. Ditambah, Bastianini yang akan pindah ke Gresini Racing, akan tetap memakai motor lama.
Remy Gardner – Tech3 KTM
Mungkin agak aneh menempatkan pembalap yang baru akan turun di MotoGP tahun depan tersebut, dalam daftar ini. Realitasnya, putra juara dunia kelas 500cc 1987 Wayne Gardner itu seharusnya tidak akan tertekan karena ia akan debut MotoGP bersama tim satelit.
Namun, jangan lupa bila performa impresif Gardner hingga selangkah lagi juara dunia Moto2 musim ini, serta promosinya ke MotoGP tahun depan, tidak lepas dari peran KTM. Pabrikan asal Austria tersebut pasti siap membandingkannya dengan pembalap lain.
Seperti diketahui, kedatangan Gardner dan juga Raul Fernandez – rekan setim di Red Bull KTM Ajo sekaligus rival terberatnya di Moto2 musim ini – ke Tech3 KTM di MotoGP telah “mengorbankan” pembalap muda Iker Lecuona dan Danilo Petrucci, veteran asal Italia.
Praktis, performa Gardner dan juga Raul Fernandez nanti akan dibandingkan dengan Lecuona dan Petrucci. Pertanyaan pun muncul, mengapa jika sama-sama berstatus rookie di MotoGP tahun depan, tekanan justru lebih berat bakal dialami Gardner?
Jawabannya sederhana. Karena Gardner jauh lebih berpengalaman setelah tujuh tahun (termasuk musim ini) di kejuaraan dunia dibanding Fernandez yang baru tiga.
Selain itu, KTM sepertinya jauh lebih khawatir kehilangan Raul Fernandez daripada Gardner. Seperti diketahui, sebelum diikat KTM, pembalap Spanyol itu dilirik sejumlah pabrikan, konon di antaranya Yamaha.
Karena posisi di tim pabrikan KTM sepertinya sudah solid untuk musim 2022 ke atas, Gardner harus benar-benar mampu menunjukkan performa apik untuk paling tidak mempertahankan posisinya di Tech3 setelah 2022.
Pasalnya, juara dunia Moto3 2021 yang tahun depan menggantikan Gardner di tim Red Bull KTM Ajo Moto2, Pedro Acosta, bisa saja hanya butuh setahun di kelas menengah. KTM yang dipastikan mati-matian menahannya praktis harus segera mencarikannya tempat di MotoGP.