Fabio Quartararo menjadi pembalap Prancis pertama yang merebut juara dunia kelas premier. Tak banyak yang tahu sebelumnya, Prancis memiliki kampiun kelas top lainnya.
Kendati hanya finis P4 di MotoGP Emilia Romagna, hampir dua pekan lalu, Fabio Quartararo (Monster Energy Yamaha MotoGP) berhasil menjadi orang Prancis pertama yang mampu menguasai kelas tertinggi di Kejuaraan Dunia Balap Motor.
Walaupun begitu, tidak banyak yang tahu bila jauh sebelum Quartararo dilahirkan (di Nice, 20 April 1999), Prancis memiliki seorang kampiun kelas elite di kejuaraan dunia atas nama Patrick Pons.
Pons adalah kampiun Formula 750 1979, atau jawara terakhir sebelum seri kejuaraan dunia tersebut dihapus. Formula 750 dimulai pada 1971 dari kolaborasi dua asosiasi balap motor terkenal di dunia, American Motorcyclist Association (AMA) dari Amerika Serikat dan Auto Cycle Union (ACU) asal Inggris.
FIM kemudian menggelar ajang ini kali pertama pada 1972. Setahun kemudian, seri ini hanya digelar di Inggris dengan Barry Sheen menjadi kampiun pertama Formula 750 pada 1973.
Empat tahun kemudian, 1977, FIM menjadikan status Formula 750 sebagai kejuaraan dunia dan langsung menarik perhatian. Maklum, kelas ini memakai mesin 4 silinder 750cc 2-tak yang sangat bertenaga.
Setelah berstatus kejuaraan dunia, Formula 750 ini digadang-gadang bakal menggeser kelas 500cc yang saat itu menjadi kategori paling bergengsi di Grand Prix. Steve Baker menjadi jawara pertama Formula 750 setelah berstatus juara dunia.
Berikutnya, Johnny Cecotto serta Patrick Pons yang menjadi jawara Formula 750 terakhir. FIM menghentikan Formula 750 seusai 1979 karena seri ini hanya dikuasai satu model motor, Yamaha TZ750.
Selain itu, kian berkembangnya Superbike yang menggunakan motor produksi massal, menjadi alasan FIM lainnya untuk menghentikan Formula 750.
Pons sendiri meninggal dunia akibat kecelakaan di Silverstone, saat GP Inggris 1980, seusai tertabrak kompatriotnya Michel Rougerie.
Keberhasilan Pons menjadi juara dunia balap motor di kelas dengan mesin berkapasitas tertinggi akhirnya berhasil diikuti Quartararo dengan kepastian gelar MotoGP di Sirkuit Misano lalu.
Di Kejuaraan Dunia Balap Motor, nama pembalap asal Prancis memang sangat jarang terdengar. Dalam beberapa tahun terakhir, praktis hanya Johann Zarco – juara dunia Moto2 2015 dan 2016 – yang terdengar.
Sejatinya, banyak pembalap Prancis yang menarik perhatian publik pada era pertengahan 1980-an. Tetapi, nama mereka memang jarang terdengar di kelas utama saat itu (baca: 500cc) melainkan di kategori di bawahnya.
Sahabat dan mantan rekan setim Pons, Christian Sarron, menjadi juara dunia kelas 250cc 1984. Sebelumnya, Jean-Louis Tournadre, juara di kategori yang sama pada 1982. Lalu, Olivier Jacque menjadi kampiun kelas 250cc pada 2000.
Jacque kemudian promosi ke kelas 500cc dan kemudian MotoGP antara 2001 sampai 2007. Ia pernah menggeber Yamaha, Moriwaki, dan Kawasaki.
Pada era pertengahan tahun 1980-an sampai awal 1990-an, sulit bagi pembalap manapun, termasuk Prancis, untuk menembus dominasi para jagoan asal Amerika Serikat di kelas 500cc.
Setelah dominasi Kenny Roberts (juara dunia 1978, 1979, 1980) berakhir, nama-nama seperti Eddie Lawson, Freddie Spencer mampu dilanjutkan oleh Randy Mamola, Wayne Rainey, sampai Kevin Schwantz.
Dalam periode tersebut, Christian Sarron hanya mampu sekali memenangi balapan kelas 500cc, tepatnya pada GP Jerman 1985 saat lintasan Sirkuit Hockenheim basah, kondisi trek kesukaan Sarron.
Torehan terbaik Sarron saat para pembalap asal Amerika Serikat begitu mendominasi kelas 500cc, juga hanya peringkat ketiga klasemen akhir 1985 dan 1989.
Saat banyak pembalap Prancis memiliki skill dan teknik di atas rata-rata, mereka lebih banyak turun di 250 atau 350cc kuat. Di kualifikasi, mereka berulang kali mampu bersaing hingga berada lebih baik daripada grid start ketiga pada setiap balapan.
Beberapa nama Pancis selain Sarron di antaranya Herve Guilleux, Thierry Espie, Eric Sacul, dan Jean Francois Balde. Nama terakhir adalah seorang pembalap yang tidak hanya cepat tetapi juga unik di atas Yamaha milik Tim Chevallier dan Kawasaki.
Alain Chevallier, ahli pembuat sasis, berhasil membawa hasil desainnya finis di P2 klasemen konstruktor di belakang Yamaha.
Selain Sarron, ada beberapa nama pembalap top asal Prancis lainnya Sebut saja Jacque Bolle, Patrick Fernandez, Jean Luis Guignabodet, Guy Bertin, Bernard Fau, serta Christian Estrosi yang selalu terlihat membalap dengan elegan.
Estrosi lalu mencoba peruntungan dengan promosi ke kelas 500cc namun tidak berhasil. Estrosi lantas menggeluti politik sesuai pensiun. Kini, Estrosi menjabat sebagai Wali Kota Nice.
Jumlah pembalap Prancis akan bertambah panjang jika menyebut nama Dominique Sarron, adik Christian Sarron. Yang pasti, para pembalap Prancis saat itu terbentuk dari kedekatan kelompok, seperti yang terjadi dengan para pembalap Spanyol saat ini.
Pada era 1980-an, Prancis juga termasuk salah satu negara kuat di balap motor dunia berkat Raymond Roche. Ia sempat berada di P3 kelas 500cc 1984 bersama Honda di belakang Lawson dan Mamola.
Roche lantas pindah ke World Superbike (WSBK) dan berhasil memenangi gelar pada 1990 bersama Ducati. Prancis harus menunggu 24 tahun untuk menjuarai WSBK setelah Sylvain Guintoli menjadi yang terbaik pada 2014 di atas Aprilia.
Lalu, perlahan, jumlah pembalap Prancis menurun sehingga menjadi sangat langka. Arnaud Vincent memenangi gelar juara dunia kelas 250cc pada 2002, Mike di Meglio melakukannya di kategori yang sama pada 2008. Keduanya sama-sama menggeber Aprilia.