“Dalam banyak riset, ditemukan bahwa sistem proporsional terbuka itu memiliki potensi yang lebih besar dalam meningkatkan faktor penggunaan politik uang dalam pemilu,” kata Arya ketika memberi arahan diskusi dalam seminar bertajuk “Menimbang Sistem Pemilu 2024: Catatan dan Usulan” yang disiarkan di kanal YouTube CSIS Indonesia dan dipantau dari Jakarta, Senin.
Berdasarkan temuan tersebut, Arya mendorong para pemangku kepentingan, khususnya pemerintah untuk mengkaji kembali seberapa besar kontribusi sistem pemilu proporsional terbuka dalam mengurangi potensi penggunaan politik uang dan potensi penggunaan berbagai cara lain yang dapat memengaruhi proses pemilu.
Selain mengukur kontribusi sistem pemilu dalam mengurangi potensi penggunaan politik uang, Arya mengatakan bahwa CSIS telah menetapkan beberapa indikator lain yang penting untuk digunakan oleh tim yang melakukan evaluasi dalam melihat apakah sistem pemilu proporsional terbuka memiliki dampak yang baik atau buruk terhadap perpolitikan Indonesia.
Indikator pertama adalah representasi atau keterwakilan. Faktor ini menjadi penting untuk membuat anggota dewan, seperti DPR RI atau DPRD, semakin dekat dengan masyarakat sehingga setiap aspirasi yang disuarakan masyarakat dapat langsung dieksekusi menjadi sebuah kebijakan oleh DPR RI.
Selanjutnya, kata dia, adalah kemampuan sistem pemilu dalam meningkatkan kualitas dari calon yang terpilih.
“Sistem yang baik itu juga sebaiknya berhasil meningkatkan kualitasi anggota DPR RI yang terpilih,” ucap dia.
Kemudian, ujar dia, indikator selanjutnya kemampuan sistem pemilu dalam meningkatkan kelembagaan di partai politik. Melalui sistem pemilu yang baik, partai politik akan menjadi terkelola dengan baik, menjadi lebih modern, dan memiliki proses kaderisasi yang berjalan dengan baik.
“Dengan demikian partai tidak seperti grup bola. Comot pemain dari grup yang lain,” kata Arya.